MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

General Corporate

Penjelasan Hukum tentang Pembuatan Anggaran Dasar dalam Pendirian Perusahaan di Jepang

General Corporate

Penjelasan Hukum tentang Pembuatan Anggaran Dasar dalam Pendirian Perusahaan di Jepang

Proses pendirian perusahaan di Jepang melibatkan lebih dari sekadar langkah prosedural dalam pembuatan anggaran dasar. Anggaran dasar merupakan dokumen hukum yang menetapkan organisasi, operasi, dan aturan dasar perusahaan, sering disebut sebagai ‘konstitusi perusahaan’. Cara mendesain dan menyusun dokumen ini berdampak signifikan terhadap struktur tata kelola, proses pengambilan keputusan, dan potensi pertumbuhan masa depan perusahaan setelah didirikan. Ketentuan dalam anggaran dasar memiliki kekuatan hukum yang mengikat pemegang saham, direksi, dan perusahaan itu sendiri secara legal, dan penyusunannya memerlukan kepatuhan terhadap aturan ketat yang ditetapkan oleh Hukum Perusahaan Jepang. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci tentang struktur dasar anggaran dasar di bawah Hukum Perusahaan Jepang, termasuk item-item yang wajib dicantumkan, item-item yang perlu dicantumkan untuk memberikan efek hukum tertentu, serta item-item yang dapat dicantumkan secara opsional untuk mencerminkan karakteristik unik perusahaan. Kami akan fokus pada isu-isu penting yang langsung berkaitan dengan keputusan manajemen, seperti interpretasi ‘tujuan’ yang mendefinisikan ruang lingkup aktivitas bisnis perusahaan dan aturan kompleks mengenai ‘suntikan modal dalam bentuk non-moneter’. Terakhir, kami akan menjelaskan secara mendetail tentang prosedur autentikasi yang penting agar anggaran dasar yang telah dibuat memiliki kekuatan hukum, sehingga memberikan pengetahuan hukum komprehensif untuk membangun fondasi pendirian perusahaan.

Struktur Dasar Anggaran Dasar: Tiga Jenis Ketentuan yang Harus Dicantumkan

Undang-Undang Perusahaan Jepang mengklasifikasikan ketentuan yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar ke dalam tiga kategori berdasarkan sifat hukumnya, yaitu ‘ketentuan absolut’, ‘ketentuan relatif’, dan ‘ketentuan opsional’. Struktur tiga lapis ini mencerminkan niat legislatif untuk memastikan kerangka hukum minimal yang berlaku bagi semua perusahaan, sambil memberikan fleksibilitas bagi masing-masing perusahaan untuk merancang tata kelola mereka sesuai dengan situasi aktual mereka.

Ketentuan absolut adalah, seperti namanya, ketentuan yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar tanpa kecuali. Jika salah satu dari ketentuan ini tidak ada atau isi ketentuannya secara hukum tidak valid, maka seluruh anggaran dasar menjadi tidak sah, dan pendirian perusahaan itu sendiri tidak akan diakui. Ini karena termasuk informasi penting yang tidak dapat diabaikan untuk menentukan identitas dasar perusahaan, seperti nama perusahaan, tujuan, dan lokasi kantor pusat, yang penting untuk memastikan keamanan transaksi.

Selanjutnya, ketentuan relatif tidak mempengaruhi validitas anggaran dasar jika tidak dicantumkan. Namun, jika perusahaan ingin menetapkan aturan mengenai ketentuan ini, mereka harus mencantumkannya dalam anggaran dasar agar memiliki kekuatan hukum. Misalnya, ketentuan yang membatasi transfer saham atau ketentuan tentang pembentukan dewan direksi termasuk dalam kategori ini. Ketentuan-ketentuan ini seringkali berbeda dari aturan prinsip yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perusahaan Jepang, sehingga dengan mencantumkannya dalam anggaran dasar, efektivitasnya menjadi jelas dan bertujuan untuk mengikat semua pemegang saham dan pemangku kepentingan.

Akhirnya, ketentuan opsional adalah ketentuan yang tidak termasuk dalam dua kategori di atas dan dapat ditentukan oleh perusahaan secara bebas, selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perusahaan Jepang, hukum imperatif lainnya, atau tata krama dan moral yang baik. Contohnya termasuk penetapan tahun fiskal atau waktu pemanggilan rapat umum pemegang saham tahunan. Meskipun ketentuan ini dapat ditetapkan dalam peraturan internal perusahaan selain anggaran dasar, dengan mencantumkannya dalam anggaran dasar, pentingnya ketentuan tersebut meningkat dan perubahannya memerlukan prosedur ketat seperti resolusi khusus rapat umum pemegang saham, yang berdampak pada stabilitas pengelolaan perusahaan. Oleh karena itu, menentukan ketentuan mana yang akan dimasukkan dalam anggaran dasar sebagai kategori apa merupakan keputusan strategis penting yang harus dipertimbangkan dengan memandang ke masa depan operasional perusahaan.

Hal-hal Mutlak yang Harus Tercantum dalam Anggaran Dasar Perusahaan di Jepang

Hal-hal mutlak yang harus tercantum adalah informasi paling penting yang membentuk dasar dari badan hukum sebuah perusahaan. Pasal 27 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang menetapkan lima hal yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar perusahaan saham, yaitu:

  1. Tujuan
  2. Nama perdagangan
  3. Lokasi kantor pusat
  4. Nilai atau jumlah minimum dari properti yang disumbangkan pada saat pendirian
  5. Nama atau nama perusahaan dan alamat pendiri

Dari kelima hal tersebut, khususnya pencantuman ‘tujuan’ sangat penting karena secara hukum menentukan lingkup aktivitas perusahaan. Tujuan perusahaan harus memiliki legalitas, profitabilitas, dan kejelasan. Namun, terdapat perbedaan yang perlu diperhatikan antara interpretasi hukum dan kebutuhan praktis terkait ‘lingkup tujuan’ ini.

Mahkamah Agung Jepang, dalam putusan yang dikenal sebagai kasus Yawata Steel (putusan Mahkamah Agung Jepang tanggal 24 Juni 1970), secara konsisten menunjukkan bahwa kapasitas hukum perusahaan dibatasi oleh tujuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, namun lingkupnya harus diinterpretasikan secara luas. Menurut yurisprudensi, tindakan perusahaan tidak hanya terbatas pada tujuan yang secara eksplisit tercantum dalam anggaran dasar, tetapi juga mencakup ‘segala tindakan yang secara langsung atau tidak langsung diperlukan’ untuk mencapai tujuan tersebut. Interpretasi ini bertujuan untuk melindungi pihak ketiga yang bertransaksi dengan perusahaan dan untuk memastikan keamanan transaksi. Jika tindakan perusahaan dibatasi secara ketat dalam lingkup tujuan, maka pihak lawan transaksi akan selalu dibebani dengan tugas untuk memeriksa apakah transaksi tersebut berada dalam lingkup anggaran dasar perusahaan lawan, yang dapat menghambat kegiatan ekonomi yang lancar.

Namun, interpretasi hukum yang luas ini tidak selalu berlaku dalam setiap aspek praktis. Misalnya, saat menerima pinjaman dari lembaga keuangan, jika bisnis yang menjadi objek pinjaman tidak tercantum dalam tujuan anggaran dasar, proses peninjauan bisa menjadi rumit. Selain itu, dalam industri konstruksi atau penyediaan tenaga kerja sementara, di mana izin dari pemerintah diperlukan untuk menjalankan bisnis tertentu, pencantuman kegiatan bisnis dalam tujuan anggaran dasar menjadi prasyarat untuk mendapatkan izin tersebut. Dalam pemeriksaan pajak, juga mungkin timbul keraguan apakah biaya yang timbul dari bisnis yang tidak tercantum dalam anggaran dasar dapat diakui sebagai biaya perusahaan.

Oleh karena itu, meskipun secara hukum lingkup aktivitas perusahaan diakui secara luas, untuk menghindari hambatan dalam praktik dan memastikan kelancaran operasi bisnis, adalah strategi yang bijaksana untuk mencantumkan tidak hanya bisnis yang saat ini dijalankan tetapi juga bisnis yang mungkin dikembangkan di masa depan, secara spesifik dan menyeluruh dalam tujuan anggaran dasar.

Persyaratan Efektivitas Berdasarkan Ketentuan Relatif dalam Anggaran Dasar Perusahaan Jepang

Ketentuan relatif merupakan hal-hal yang memerlukan pencantuman dalam anggaran dasar perusahaan sebagai syarat untuk efektivitasnya, menghormati otonomi perusahaan namun juga karena dapat memberikan dampak signifikan kepada pemangku kepentingan seperti pemegang saham dan kreditur. Jika ketentuan ini tidak tercantum dalam anggaran dasar, maka meskipun telah disetujui dalam rapat umum pemegang saham, ketentuan tersebut akan menjadi tidak sah secara hukum.

Contoh umum dari ketentuan relatif termasuk aturan tentang pembatasan transfer saham, pembentukan dewan direksi atau dewan komisaris, dan penunjukan administrator buku pemegang saham. Ketentuan-ketentuan ini memungkinkan perusahaan untuk menambahkan pengaturan khusus mereka sendiri menggantikan aturan seragam dari Undang-Undang Perusahaan Jepang, namun mengingat pentingnya, pencantuman dalam anggaran dasar yang merupakan aturan dasar sangatlah diperlukan.

Diantara ketentuan relatif, yang tunduk pada disiplin yang sangat ketat adalah ‘ketentuan pendirian bentuk khusus’ yang diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Perusahaan Jepang. Nama ini menandakan bahwa ketentuan tersebut berkaitan dengan pendirian yang ‘tidak konvensional’ dibandingkan dengan pendirian melalui kontribusi keuangan biasa. Ketentuan pendirian bentuk khusus mencakup empat hal berikut:

  • Kontribusi non-moneter: kontribusi dengan harta selain uang.
  • Penerimaan harta: kontrak yang menjanjikan pengalihan harta tertentu kepada pendiri setelah perusahaan didirikan.
  • Imbalan atau keuntungan khusus lainnya untuk pendiri: keuntungan finansial yang diterima pendiri sebagai penghargaan atas jasa mereka dalam pendirian perusahaan.
  • Biaya yang ditanggung perusahaan terkait dengan pendirian.

Yang umum di antara ketentuan ini adalah risiko kerusakan pada dasar finansial perusahaan oleh kebijakan pendiri pada tahap awal yang rentan, di mana belum ada organ pengambilan keputusan yang independen. Misalnya, jika aset yang bernilai rendah dinilai terlalu tinggi sebagai kontribusi non-moneter, atau jika pendiri menerima imbalan yang tidak wajar, maka modal perusahaan yang baru didirikan akan menjadi nominal dan tidak memiliki nilai substansial, sehingga dapat menciptakan ‘perusahaan kosong’.

Untuk mencegah situasi seperti ini dan memastikan dasar finansial perusahaan, Undang-Undang Perusahaan Jepang menuntut pencantuman ketentuan pendirian bentuk khusus dalam anggaran dasar dan, sebagai prinsip umum, mewajibkan pemeriksaan oleh inspektur yang ditunjuk oleh pengadilan, sehingga menetapkan berbagai fungsi pemeriksaan yang berlapis.

Inti dari Pendirian Perusahaan dengan Penyertaan Non-Tunai: Penyertaan Non-Tunai dan Regulasi Hukumnya di Jepang

Dalam berbagai aspek pendirian perusahaan, penyertaan non-tunai merupakan metode yang paling sering digunakan dan diatur dengan paling detail. Penyertaan non-tunai adalah sistem di mana, sebagai ganti uang tunai, aset seperti properti, kendaraan, atau hak kekayaan intelektual disetorkan, dan sebagai imbalannya, pihak penyerta mendapatkan saham perusahaan. Keuntungan dari sistem ini adalah bahkan jika dana tunai terbatas, aset yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan modal perusahaan.

Namun, untuk menjamin objektivitas penilaian dan mencegah inflasi nilai modal yang tidak adil, Hukum Perusahaan Jepang memberlakukan regulasi ketat terhadap penyertaan non-tunai. Regulasi ini didasarkan pada prinsip dasar ‘penguatan modal’, yang bertujuan untuk memastikan dasar keuangan perusahaan dan melindungi kreditur.

Pertama, ketika melakukan penyertaan non-tunai, berdasarkan Pasal 28 Ayat 1 Hukum Perusahaan Jepang, harus ada rincian yang tercatat dalam anggaran dasar perusahaan. Secara spesifik, ini mencakup nama penyerta, aset yang disetorkan dan nilai aset tersebut, serta jumlah saham yang akan dialokasikan kepada penyerta tersebut.

Kedua, sebagai prinsip umum, setelah pengesahan anggaran dasar, perusahaan harus mengajukan penunjukan pemeriksa kepada pengadilan dan menerima pemeriksaan nilai aset oleh pemeriksa tersebut (sesuai Pasal 33 Hukum Perusahaan Jepang). Proses ini membutuhkan waktu dan biaya, sehingga menjadi beban yang signifikan dalam praktik.

Oleh karena itu, Hukum Perusahaan Jepang menyediakan kasus-kasus pengecualian di mana pemeriksaan ketat oleh pemeriksa tidak diperlukan. Dalam praktik, sebagian besar penyertaan non-tunai dilakukan menggunakan ketentuan pengecualian ini. Pengecualian diberikan terutama dalam tiga situasi berikut:

  • Jika total nilai aset non-tunai yang tercatat dalam anggaran dasar kurang dari 5 juta yen.
  • Jika aset yang disetorkan adalah efek berharga yang memiliki harga pasar, dan nilai yang tercatat dalam anggaran dasar tidak melebihi harga pasar tersebut.
  • Jika nilai yang tercatat dalam anggaran dasar dianggap wajar berdasarkan sertifikasi dari profesional seperti pengacara, akuntan publik bersertifikat, atau konsultan pajak (namun, jika asetnya adalah properti, diperlukan juga penilaian dari penilai properti).

Ketiga, Hukum Perusahaan Jepang menetapkan sistem tanggung jawab retrospektif. Pasal 52 Hukum Perusahaan Jepang menetapkan bahwa jika nilai aktual dari aset non-tunai pada saat pendirian perusahaan ‘jauh di bawah’ nilai yang tercatat dalam anggaran dasar, para pendiri dan direktur pada saat pendirian perusahaan memiliki kewajiban bersama untuk membayar kekurangan tersebut kepada perusahaan (tanggung jawab kompensasi nilai). Tanggung jawab ini adalah tanggung jawab tanpa kesalahan yang sangat berat, yang tidak mempertimbangkan adanya kesalahan. Profesional yang memberikan sertifikasi nilai juga memiliki tanggung jawab bersama jika mereka tidak dapat membuktikan bahwa mereka tidak lalai. Putusan Pengadilan Tinggi Osaka tanggal 19 Februari 2016 adalah kasus di mana tanggung jawab pengacara yang memberikan sertifikasi nilai aset non-tunai dipertanyakan, dan menjadi contoh yang menunjukkan beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh profesional.

Dengan demikian, Hukum Perusahaan Jepang melalui tiga lapisan regulasi—catatan dalam anggaran dasar, pemeriksaan sebelumnya, dan tanggung jawab setelahnya—mencegah penyalahgunaan penyertaan non-tunai dan secara substansial memastikan prinsip penguatan modal.

Mencerminkan Karakter Perusahaan Melalui Ketentuan Sukarela dalam Anggaran Dasar

Ketentuan sukarela adalah aturan yang dapat dicantumkan dalam anggaran dasar perusahaan secara opsional, selain dari ketentuan mutlak dan ketentuan relatif, untuk memperlancar operasional perusahaan. Ketentuan ini, meskipun tidak dicantumkan dalam anggaran dasar, tidak akan menjadi tidak sah secara hukum dan dapat ditetapkan dalam peraturan internal yang lebih rendah, seperti peraturan dewan direksi. Namun, ada makna penting dalam sengaja mencantumkannya dalam anggaran dasar, yang merupakan peraturan tertinggi perusahaan.

Untuk mengubah ketentuan yang tercantum dalam anggaran dasar, prinsipnya memerlukan resolusi khusus dari rapat umum pemegang saham, yaitu kehadiran pemegang saham yang memiliki lebih dari setengah dari hak suara dan persetujuan dari dua pertiga atau lebih dari hak suara yang hadir. Ini adalah persyaratan yang jauh lebih ketat dibandingkan dengan peraturan internal perusahaan yang dapat diubah dengan mudah melalui keputusan dewan direksi.

Oleh karena itu, memutuskan ketentuan mana yang akan dijadikan sebagai ketentuan sukarela dalam anggaran dasar merupakan keputusan strategis yang mempertimbangkan keseimbangan antara ‘fleksibilitas’ dan ‘stabilitas’ dalam pengelolaan. Misalnya, ketentuan-ketentuan berikut ini umumnya ditetapkan sebagai ketentuan sukarela:

  • Waktu pemanggilan rapat umum pemegang saham tahunan
  • Jumlah direksi dan komisaris
  • Cara penentuan remunerasi para pejabat
  • Tahun fiskal perusahaan

Khususnya, dalam usaha patungan dengan beberapa pemegang saham atau perusahaan yang menerima investasi dari investor eksternal, ‘memperkuat’ aturan operasional tertentu sebagai ketentuan sukarela dalam anggaran dasar dapat menjadi sarana efektif untuk melindungi hak-hak pemegang saham minoritas dan memastikan kepatuhan terhadap kesepakatan antara para pendiri. Misalnya, dengan menetapkan jumlah direksi secara spesifik dalam anggaran dasar, dapat mencegah pemegang saham mayoritas secara sepihak mengubah komposisi direksi. Dengan demikian, ketentuan sukarela berfungsi sebagai alat tata kelola untuk mencerminkan karakteristik perusahaan dan dinamika kekuatan antar pemangku kepentingan, serta mencegah konflik di masa depan.

Tahap Akhir Pembuatan Anggaran Dasar: Prosedur Pengesahan

Dalam pendirian sebuah perseroan terbatas di Jepang, anggaran dasar yang dibuat oleh para pendiri (anggaran dasar asli) harus mendapatkan pengesahan dari notaris sesuai dengan Pasal 30 Ayat 1 Undang-Undang Perusahaan Jepang. Prosedur pengesahan ini merupakan proses penting yang memastikan kejelasan anggaran dasar, mencegah sengketa di masa depan, dan secara resmi membuktikan bahwa anggaran dasar telah dibuat melalui prosedur yang sah.

Ada dua metode pengesahan: pengesahan tradisional ‘melalui dokumen tertulis’ dan pengesahan modern ‘melalui anggaran dasar elektronik’. Perbedaan terbesar antara keduanya terletak pada biaya, khususnya keberadaan atau ketiadaan pajak meterai. Anggaran dasar yang dibuat secara tertulis merupakan dokumen yang dikenai pajak menurut Undang-Undang Pajak Meterai Jepang, sehingga diperlukan pemasangan meterai pajak sebesar 40.000 yen. Di sisi lain, anggaran dasar elektronik berupa data elektronik dan tidak dianggap sebagai ‘dokumen’, sehingga tidak dikenai pajak meterai tersebut.

Namun, untuk membuat dan mendapatkan pengesahan anggaran dasar elektronik, diperlukan perangkat khusus seperti perangkat lunak untuk tanda tangan elektronik, pembaca penulis kartu IC, serta sertifikat elektronik yang tersimpan di kartu My Number. Jika Anda menyiapkan lingkungan ini sendiri dari awal, investasi awal mungkin melebihi penghematan pajak meterai. Oleh karena itu, terutama dalam kasus pendirian perusahaan yang hanya dilakukan sekali, meminta bantuan dari para profesional seperti juru tulis hukum atau pengacara yang sudah memiliki lingkungan pengesahan elektronik seringkali menjadi pilihan yang paling efisien dari segi biaya dan waktu.

Tabel berikut ini merangkum perbedaan utama antara pengesahan dokumen tertulis dan pengesahan elektronik.

ItemPengesahan Dokumen TertulisPengesahan Elektronik
Biaya Notaris30.000 – 50.000 yen, tergantung pada jumlah modal30.000 – 50.000 yen, tergantung pada jumlah modal
Pajak Meterai40.000 yenTidak diperlukan
Biaya SalinanSekitar 250 yen per halaman700 yen per dokumen untuk penyediaan informasi yang sama, dll.
Perangkat yang DiperlukanTidak diperlukanSertifikat elektronik, pembaca penulis kartu IC, perangkat lunak tanda tangan, dll.
Ringkasan ProsedurMendatangi kantor notaris untuk mendapatkan pengesahanPengajuan online dimungkinkan

Sebagaimana ditunjukkan oleh tabel ini, pengesahan elektronik memiliki keunggulan yang jelas karena tidak dikenakan pajak meterai, namun untuk menikmati keuntungan tersebut, diperlukan persiapan teknis. Memilih metode yang paling sesuai dengan situasi perusahaan Anda adalah penting.

Kesimpulan

Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel ini, anggaran dasar bukan sekadar dokumen pendirian biasa, melainkan dokumen paling penting yang menetapkan identitas hukum, tata kelola, dan inti dari operasional perusahaan. Di atas kerangka wajib yang disebut sebagai materi absolut, desain institusional strategis perusahaan dibentuk melalui materi relatif, dan aturan operasional unik ditenun melalui materi opsional, sehingga menciptakan ‘konstitusi’ yang disesuaikan untuk setiap perusahaan yang berbeda. Khususnya, keseimbangan antara interpretasi hukum dan tuntutan praktis dalam penulisan ‘tujuan’ yang menentukan lingkup bisnis perusahaan, serta disiplin yang kompleks terkait ‘penyertaan modal non-tunai’ yang merealisasikan prinsip kapitalisasi yang memadai, adalah sesuatu yang sulit untuk ditangani dengan tepat tanpa pengetahuan khusus. Memahami ketentuan-ketentuan ini secara akurat dan mencerminkannya dalam anggaran dasar adalah esensial untuk membangun fondasi yang kuat demi pertumbuhan berkelanjutan dan meminimalisir risiko hukum di masa depan.

Kantor Hukum Monolith memiliki rekam jejak yang luas dalam melayani berbagai klien di dalam negeri Jepang terkait dengan tema yang dibahas dalam artikel ini. Kantor kami memiliki pengacara bilingual dengan kualifikasi hukum Jepang, serta beberapa penutur bahasa Inggris dengan kualifikasi hukum asing, yang memungkinkan kami untuk menyediakan dukungan hukum yang detail dan disesuaikan dengan kebutuhan unik Anda dalam lingkungan bisnis internasional. Mulai dari pembuatan anggaran dasar, pengesahan, hingga pembangunan struktur tata kelola setelah pendirian, kami menawarkan solusi optimal yang didasarkan pada keahlian khusus kami di setiap tahapan.

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas