MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

General Corporate

Kerangka Hukum Sistem Pengelolaan Imigrasi di Jepang: Penjelasan tentang Pengelolaan Masuk, Mendarat, dan Keluar Negeri

General Corporate

Kerangka Hukum Sistem Pengelolaan Imigrasi di Jepang: Penjelasan tentang Pengelolaan Masuk, Mendarat, dan Keluar Negeri

Dalam ekonomi global modern, penempatan strategis manajemen dan tenaga ahli spesialis adalah kunci bagi perusahaan multinasional untuk mencapai kesuksesan di pasar Jepang. Dalam konteks ini, pemahaman mendalam tentang sistem pengelolaan imigrasi Jepang tidak hanya melampaui tugas administratif biasa, tetapi juga menjadi elemen inti dalam tata kelola perusahaan dan manajemen risiko strategis. Pada tahun 2023 (Reiwa 5), jumlah pendatang baru diperkirakan mencapai sekitar 23,75 juta orang, dan jumlah penduduk asing yang tinggal di Jepang pada akhir tahun diperkirakan mencapai sekitar 3,41 juta orang, menunjukkan bahwa pergerakan internasional orang-orang di Jepang semakin meningkat. Artikel ini akan menjelaskan kerangka hukum yang mengatur masuk, mendarat, dan keluar bagi orang asing di Jepang berdasarkan ‘Undang-Undang Pengelolaan Imigrasi dan Pengakuan Pengungsi Jepang’ (selanjutnya disebut ‘Undang-Undang Imigrasi’), dari perspektif sistematis dan profesional. Secara spesifik, artikel ini akan menjelaskan secara rinci setiap tahapan, mulai dari perolehan visa yang menjadi prasyarat untuk perjalanan ke Jepang, prosedur inti saat masuk yang disebut pemeriksaan pendaratan, hingga prosedur terkait keluar dan kembali masuk ke Jepang, serta mengungkapkan pentingnya secara hukum dan poin-poin yang perlu diperhatikan dalam praktik.

Prinsip Dasar Pengelolaan Imigrasi dan Undang-Undang Imigrasi di Jepang

Undang-Undang Imigrasi yang ditetapkan pada tahun 1951 (Showa 26) merupakan fondasi dari sistem pengelolaan imigrasi di Jepang. Hukum ini menetapkan prinsip dasar untuk mengatur pergerakan semua orang yang masuk ke dan keluar dari Jepang.

Artikel 1 Undang-Undang Imigrasi Jepang menyatakan bahwa tujuan dari hukum ini adalah “untuk mengatur secara adil imigrasi semua orang yang masuk ke atau keluar dari negeri ini.” Penggunaan kata “mengatur” di sini menunjukkan sikap dasar sistem pengelolaan imigrasi Jepang yang, berdasarkan kedaulatan negara, secara ketat mengatur siapa yang diizinkan menyeberang perbatasan demi kepentingan nasional, ketertiban umum, dan keamanan dalam negeri. Sistem ini memiliki aspek yang secara aktif menerima tenaga kerja yang berkontribusi pada masyarakat Jepang, seperti para profesional dengan keahlian khusus, namun dalam pelaksanaannya, standar yang sangat ketat diterapkan.

Untuk memahami kerangka hukum ini, penting untuk memahami istilah-istilah dasar yang didefinisikan dalam Artikel 2 Undang-Undang Imigrasi. Misalnya, “orang asing” merujuk pada seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan Jepang, dan “paspor” berarti dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh pemerintah Jepang atau pemerintah asing yang diakui oleh Jepang. Proses-proses ini dilaksanakan oleh “Petugas Imigrasi” yang tergabung dalam Badan Manajemen Imigrasi dan Residensi, sebuah lembaga eksternal Kementerian Kehakiman, di “pelabuhan imigrasi” yang ditetapkan oleh peraturan Kementerian Kehakiman, seperti pelabuhan dan bandara.

Oleh karena itu, ketika sebuah perusahaan mengundang orang asing ke Jepang, prosedurnya harus dipahami tidak hanya sebagai proses aplikasi biasa, tetapi sebagai tindakan meminta izin kepada negara berdaulat yang mengutamakan keamanan nasional dan pemeliharaan ketertiban. Kesalahan kecil dalam dokumen aplikasi atau ketidaksesuaian informasi yang diberikan dapat dianggap tidak memenuhi standar bukti tinggi yang diperlukan untuk mendapatkan izin masuk, bukan hanya sebagai kesalahan administratif, dan dapat langsung menyebabkan penolakan aplikasi. Tanggung jawab pembuktian sepenuhnya berada pada pemohon dan perusahaan yang mengundangnya.

Proses Masuk ke Jepang: Visa dan Sertifikat Kelayakan Tinggal

Untuk memasuki Jepang, warga negara asing pada prinsipnya harus terlebih dahulu mendapatkan visa dari kedutaan besar atau konsulat Jepang yang berada di luar negeri. Visa berfungsi sebagai semacam surat rekomendasi yang menunjukkan bahwa paspor yang dimiliki oleh orang asing tersebut valid dan tidak ada halangan untuk memasuki Jepang di bawah kondisi yang tercantum dalam visa. Namun, sangat penting untuk dipahami bahwa mendapatkan visa tidak menjamin masuk ke Jepang. Keputusan akhir tentang apakah seseorang dapat masuk atau tidak ditentukan oleh petugas imigrasi di pelabuhan masuk Jepang selama pemeriksaan kedatangan.

Untuk memperlancar proses dua tahap ini, sistem “Sertifikat Kelayakan Tinggal” (Certificate of Eligibility, COE) telah diperkenalkan. Ini adalah dokumen yang dikeluarkan oleh Kantor Imigrasi Jepang yang meninjau dan membuktikan terlebih dahulu bahwa kegiatan yang ingin dilakukan oleh orang asing di Jepang sesuai dengan persyaratan status tinggal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Imigrasi Jepang. Ketika perusahaan akan mempekerjakan warga negara asing, mereka pertama-tama mengajukan permohonan sertifikat ini di dalam negeri Jepang, dan setelah diterbitkan, sertifikat tersebut dikirimkan kepada orang yang bersangkutan di luar negeri. Orang tersebut kemudian mengajukan visa di kedutaan besar Jepang setempat dengan menyertakan COE. Dengan adanya COE, diharapkan proses penerbitan visa dan pemeriksaan kedatangan di Jepang dapat berjalan dengan cepat.

Mengenai sifat hukum penerbitan visa, terdapat kasus hukum penting. Putusan Pengadilan Distrik Tokyo pada tanggal 8 Juli 2010 (kasus permohonan pembatalan penolakan penerbitan visa) menetapkan bahwa penolakan penerbitan visa oleh pejabat konsuler Jepang tidak merupakan ‘tindakan administratif’ yang dapat dibatalkan melalui pengadilan Jepang. Sebagai alasannya, pengadilan menunjukkan bahwa berdasarkan hukum kebiasaan internasional, negara tidak memiliki kewajiban untuk menerima warga negara asing dan penerbitan visa merupakan tindakan diplomatik yang didasarkan pada kedaulatan negara, yang berbeda sifatnya dengan prosedur administratif domestik yang ditetapkan oleh Undang-Undang Imigrasi.

Kasus ini secara hukum mendukung pemisahan yang jelas antara fungsi diplomatik Kementerian Luar Negeri yang mengatur penerbitan visa dan fungsi administrasi domestik Kementerian Kehakiman (Kantor Imigrasi) yang mengatur izin kedatangan. Artinya, jika penerbitan visa ditolak, tidak mungkin untuk mengajukan keberatan melalui sistem peradilan Jepang. Ini merupakan risiko yang signifikan dan tidak dapat dihindari bagi perusahaan. Jika visa untuk pejabat penting atau ahli tidak diterbitkan, perusahaan tidak memiliki sarana hukum untuk memaksa pemerintah menerbitkan visa tersebut. Strategi terbaik dan satu-satunya untuk mengurangi risiko ini adalah dengan memperoleh Sertifikat Kelayakan Tinggal sejak awal permohonan dan menyiapkan dokumen aplikasi yang sempurna dan meyakinkan.

Pemeriksaan Kedatangan di Jepang: Memulai Tinggal yang Sah

Warga negara asing yang telah memperoleh visa dan tiba di Jepang harus menjalani pemeriksaan kedatangan oleh petugas imigrasi di pelabuhan masuk. Setelah lulus pemeriksaan dan menerima cap izin kedatangan di paspor, barulah mereka dapat memulai tinggal yang sah di Jepang. Pasal 6 dan Pasal 7 dari Undang-Undang Imigrasi Jepang menetapkan persyaratan ketat untuk pemberian izin kedatangan.

Petugas imigrasi akan memeriksa apakah semua dari lima kondisi berikut ini terpenuhi:

  1. Memiliki paspor yang valid dan (jika diperlukan) visa.
  2. Aktivitas yang akan dilakukan di Jepang tidak bersifat palsu dan sesuai dengan kualifikasi tinggal tertentu.
  3. Aktivitas yang direncanakan sesuai dengan salah satu kriteria kualifikasi tinggal yang tercantum dalam lampiran Undang-Undang Imigrasi (termasuk standar izin kedatangan yang ditetapkan oleh peraturan Kementerian Kehakiman).
  4. Durasi tinggal yang direncanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  5. Tidak terdapat alasan penolakan kedatangan yang ditetapkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Imigrasi Jepang (seperti riwayat kriminal atau sejarah deportasi).

Kualifikasi tinggal yang berkaitan dengan pekerjaan, yang sangat relevan dengan aktivitas perusahaan, memiliki persyaratan khusus masing-masing.

Status Keberadaan ‘Manajemen & Administrasi’ di Bawah Hukum Jepang

Status keberadaan ini ditujukan bagi warga negara asing yang bekerja dalam manajemen dan administrasi bisnis di Jepang. Persyaratan utama meliputi keberadaan kantor bisnis independen di dalam negeri Jepang dan skala bisnis dengan modal dasar minimal 5 juta yen atau perusahaan yang mempekerjakan setidaknya dua staf penuh waktu yang tinggal di Jepang. Saat mengajukan permohonan, sangat penting untuk secara objektif membuktikan stabilitas dan kelangsungan bisnis melalui konkretnya rencana bisnis dan kelayakan realisasinya.

Status Keberadaan ‘Teknik, Pengetahuan Humaniora, dan Bisnis Internasional’ di Bawah Hukum Jepang

Status keberadaan ini umumnya diterapkan pada profesional yang memiliki keahlian teknis atau pengetahuan khusus. Persyaratan utama adalah adanya hubungan yang jelas antara isi pekerjaan yang dijalankan oleh individu tersebut dengan latar belakang pendidikannya (seperti jurusan di universitas atau sekolah kejuruan di Jepang) atau pengalaman kerjanya. Sebagai contoh, seseorang yang mengkhususkan diri dalam teknik mesin di universitas dan bekerja sebagai insinyur merupakan kasus yang khas. Selain itu, hukum juga mensyaratkan bahwa jumlah gaji yang diterima harus setidaknya sama dengan gaji yang diterima oleh warga negara Jepang yang melakukan pekerjaan serupa.

Status Keberadaan ‘Pemindahan Antar Perusahaan’ di Bawah Hukum Jepang

Status keberadaan ini diterapkan ketika seorang karyawan dipindahkan dari perusahaan induk atau anak perusahaan yang berada di luar negeri ke perusahaan terkait di Jepang. Sebagai prasyarat pengajuan, pemohon harus telah terlibat secara berkelanjutan selama lebih dari satu tahun dalam pekerjaan yang berkaitan dengan ‘teknologi, pengetahuan humaniora, atau bisnis internasional’ tepat sebelum pemindahan di kantor luar negeri. Salah satu ciri khas status keberadaan ini adalah tidak selalu mensyaratkan latar belakang pendidikan tinggi seperti lulusan universitas, berbeda dengan status keberadaan untuk ‘teknologi, pengetahuan humaniora, atau bisnis internasional’.

Status keberadaan ini masing-masing memiliki tujuan dan persyaratan yang berbeda. Ketika perusahaan menempatkan sumber daya manusianya, diperlukan pertimbangan strategis untuk memilih status keberadaan yang paling sesuai berdasarkan riwayat dan peran karyawan di Jepang. Tabel berikut membandingkan persyaratan dari tiga status keberadaan utama tersebut.

ItemManajemen/BisnisTeknologi/Pengetahuan Humaniora/Bisnis InternasionalPemindahan Antar Perusahaan
Subjek UtamaPengusaha, ManajerProfesionalKaryawan yang dipindahkan antar kantor pusat/cabang
Persyaratan PendidikanUmumnya tidak diperlukanUmumnya lulusan universitas atau sekolah kejuruan di bidang terkaitTidak diperlukan
Persyaratan Pengalaman KerjaLebih dari 3 tahun untuk manajerLebih dari 10 tahun jika tidak memenuhi persyaratan pendidikan (3 tahun untuk bisnis internasional)Lebih dari 1 tahun kerja berkelanjutan di perusahaan terkait di luar negeri sebelum pemindahan
Persyaratan Skala BisnisModal setidaknya 5 juta yen atau lebih dari 2 staf tetapStabilitas dan kelangsungan perusahaan diperiksaStabilitas dan kelangsungan perusahaan diperiksa
Hubungan Antar PerusahaanTidak diperlukanTidak diperlukanHubungan antara perusahaan induk, anak perusahaan, atau perusahaan terkait diperlukan

Hasil pemeriksaan kedatangan akan mengakibatkan pemberian ‘Kartu Izin Tinggal’ yang mencantumkan status keberadaan dan periode tinggal kepada warga negara asing yang memenuhi kondisi tersebut. Kartu ini berfungsi sebagai kartu identitas bagi warga negara asing yang tinggal di Jepang untuk jangka menengah hingga panjang dan wajib dibawa setiap saat.

Pengelolaan Kepulangan dari Jepang: Pentingnya Sistem Izin Re-Entry

Bagi warga negara asing yang tinggal di Jepang, memahami prosedur kepulangan dengan benar sangat penting ketika mereka meninggalkan Jepang untuk sementara waktu dan berencana untuk kembali lagi. Prosedur kepulangan standar berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Imigrasi Jepang, yang melibatkan penyerahan paspor kepada petugas imigrasi di pelabuhan atau bandara untuk mendapatkan konfirmasi kepulangan.

Namun, hal yang paling penting untuk diperhatikan adalah prinsip bahwa, jika warga negara asing dengan status tinggal melakukan prosedur kepulangan tanpa mendapatkan izin re-entry, status tinggal dan periode tinggal yang mereka miliki akan hilang bersamaan dengan kepulangan tersebut. Artinya, jika seseorang meninggalkan Jepang tanpa persiapan apa pun, mereka harus memulai proses pengajuan visa dan status tinggal dari awal untuk bisa masuk kembali ke Jepang. Untuk menghindari situasi ini, Undang-Undang Imigrasi Jepang menyediakan dua jenis sistem izin re-entry.

Satu adalah ‘Izin Re-Entry’ biasa berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Imigrasi Jepang, yang harus diajukan sebelumnya di Kantor Imigrasi setempat yang memiliki yurisdiksi atas tempat tinggal pemohon. Izin ini tersedia baik untuk sekali perjalanan maupun untuk perjalanan berulang selama periode yang valid, dengan durasi maksimal hingga lima tahun sesuai dengan periode tinggal yang dimiliki. Sebagai fitur penting, jika ada alasan yang tidak dapat dihindari, pemohon dapat mengajukan perpanjangan periode validitas di kedutaan besar Jepang di luar negeri.

Yang lainnya adalah ‘Izin Re-Entry Dianggap’ berdasarkan Pasal 26-2 Undang-Undang Imigrasi Jepang, yang merupakan sistem yang lebih sederhana di mana warga negara asing yang memiliki paspor yang valid dan kartu tinggal dapat diberikan izin re-entry tanpa prosedur sebelumnya hanya dengan menunjukkan niat mereka di bagian yang ditentukan pada kartu kepulangan re-entry (ED Card) saat meninggalkan Jepang di bandara. Namun, periode validitas sistem ini terbatas pada satu tahun setelah tanggal kepulangan (atau hingga batas waktu tinggal jika kurang dari satu tahun), dan tidak dapat diperpanjang di luar negeri.

Keputusan tentang sistem mana yang harus digunakan harus dibuat dengan hati-hati, tergantung pada durasi waktu yang dihabiskan di luar Jepang. Tabel berikut merangkum perbedaan utama antara kedua sistem tersebut.

ItemIzin Re-EntryIzin Re-Entry Dianggap
Dasar HukumUndang-Undang Imigrasi Pasal 26Undang-Undang Imigrasi Pasal 26-2
Tempat PengajuanSebelumnya di Kantor ImigrasiSaat kepulangan di bandara/pelabuhan
Periode ValiditasMaksimal 5 tahun dalam periode tinggal1 tahun setelah kepulangan
Perpanjangan di Luar NegeriMungkinTidak mungkin
BiayaDiperlukanTidak diperlukan
Kasus yang DirekomendasikanJika ada kemungkinan kepulangan lebih dari satu tahunJika kepulangan dipastikan dalam satu tahun

Sebagai contoh penting yang menunjukkan luasnya diskresi administratif dalam keputusan izin re-entry, ada putusan Mahkamah Agung Jepang pada tanggal 10 April 1998 (kasus permintaan pembatalan keputusan tidak memberikan izin re-entry). Dalam kasus ini, seorang penduduk tetap yang menolak memberikan sidik jari sesuai dengan Undang-Undang Pendaftaran Orang Asing saat itu, diberikan keputusan oleh Menteri Kehakiman untuk tidak memberikan izin re-entry. Mahkamah Agung mendukung keputusan Menteri Kehakiman, menyatakan bahwa izin re-entry harus diputuskan dengan mempertimbangkan secara komprehensif situasi tinggal pemohon, tujuan perjalanan, dan berbagai situasi dalam dan luar negeri, dan bahwa keputusan tersebut terletak pada diskresi luas Menteri Kehakiman yang bertanggung jawab atas administrasi imigrasi.

Putusan ini menunjukkan bahwa bahkan bagi mereka yang memiliki status tinggal paling stabil, seperti penduduk tetap, hak untuk re-entry bukanlah sesuatu yang absolut dan dapat dibatasi oleh diskresi administratif. Lebih lanjut, fakta bahwa kepatuhan terhadap undang-undang lain (dalam hal ini Undang-Undang Pendaftaran Orang Asing) dijadikan bahan pertimbangan dalam keputusan izin re-entry patut diperhatikan. Ini menunjukkan bahwa manajemen tinggal di Jepang tidak hanya mengevaluasi kepatuhan terhadap Undang-Undang Imigrasi, tetapi juga kepatuhan terhadap keseluruhan tatanan hukum Jepang secara komprehensif. Bagi perusahaan, ini berarti manajemen kepatuhan karyawan asing mereka tidak hanya terbatas pada prosedur yang berkaitan dengan Undang-Undang Imigrasi, tetapi juga termasuk pemenuhan kewajiban pajak, asuransi sosial, dan kewajiban publik lainnya, yang merupakan bagian dari lingkup yang lebih luas. Masalah hukum pribadi karyawan dapat langsung mengancam kebebasan pergerakan internasional yang sangat penting bagi operasi bisnis perusahaan.

Kesimpulan: Strategi Global Perusahaan dan Kepatuhan Manajemen Imigrasi di Jepang

Seperti yang telah diulas dalam artikel ini, sistem manajemen imigrasi Jepang didasarkan pada kerangka hukum yang ketat untuk melindungi kepentingan kedaulatan negara, dan operasionalnya diserahkan kepada diskresi administratif yang luas. Setiap tahapan masuk, mendarat, dan keluar negara bagi orang asing diatur oleh peraturan hukum yang rinci, dan untuk mencapai strategi sumber daya manusia global yang sukses, perusahaan harus memahami dan mematuhi aturan-aturan ini dengan akurat. Inti dari kepatuhan bukan hanya menyiapkan dokumen aplikasi, tetapi juga mengakui secara mendalam prinsip-prinsip hukum yang mendasari seperti manajemen kedaulatan, diskresi administratif, dan tanggung jawab pembuktian yang tinggi yang diberikan kepada pemohon.

Kantor Hukum Monolith memiliki rekam jejak yang luas dalam menyediakan layanan hukum terkait manajemen imigrasi yang dijelaskan dalam artikel ini kepada banyak klien di dalam negeri Jepang. Kantor kami memiliki beberapa anggota yang berkualifikasi sebagai pengacara di luar negeri dan penutur bahasa Inggris, memungkinkan kami untuk memberikan dukungan yang teliti dan lancar melampaui hambatan hukum dan budaya. Sebagai mitra penting untuk mengintegrasikan strategi sumber daya manusia global perusahaan Anda dengan kerangka hukum yang ketat di Jepang, kami siap mendukung perusahaan Anda dengan keahlian khusus kami.

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas