Definisi 'Ciptaan' dalam Hukum Hak Cipta Jepang: Penjelasan Melalui Studi Kasus Pengadilan

Strategi kekayaan intelektual perusahaan merupakan langkah awal yang sangat penting, di mana perlu mengidentifikasi secara akurat apakah aset yang diciptakan oleh perusahaan tersebut dilindungi secara hukum atau tidak. Dalam sistem hukum hak cipta Jepang, titik awal perlindungan ini adalah konsep “karya cipta”. Jika sesuatu tidak diakui sebagai “karya cipta”, maka perlindungan hak cipta tidak akan terjadi. Oleh karena itu, memahami apakah berbagai hasil dari aktivitas bisnis, seperti desain produk, materi pemasaran, perangkat lunak, dan konten situs web, termasuk dalam “karya cipta” ini, sangat penting untuk manajemen risiko dan pemanfaatan aset. Pasal 2 Ayat 1 Nomor 1 dari Undang-Undang Hak Cipta Jepang mendefinisikan “karya cipta” sebagai “karya yang secara kreatif mengekspresikan ide atau perasaan, yang termasuk dalam bidang sastra, ilmu pengetahuan, seni, atau musik”. Definisi yang tampak abstrak ini menjadi jelas melalui keputusan pengadilan dalam kasus-kasus konkret. Sistem hukum Jepang memiliki karakteristik di mana definisi umum yang ditetapkan dalam kode hukum diaplikasikan dan diinterpretasikan oleh pengadilan dalam kasus-kasus tertentu. Oleh karena itu, untuk benar-benar memahami definisi karya cipta, analisis terhadap yurisprudensi yang ada sangatlah penting. Artikel ini akan membongkar definisi karya cipta menjadi empat komponen utama, yaitu ekspresi dari “ide atau perasaan”, adanya “kreativitas”, sesuatu yang “diekspresikan”, dan termasuk dalam “bidang sastra, ilmu pengetahuan, seni, atau musik”, dan akan menjelaskan secara rinci bagaimana masing-masing komponen ini telah diinterpretasikan dalam skenario bisnis nyata berdasarkan berbagai yurisprudensi.
Definisi Legal ‘Karya Cipta’ dalam Undang-Undang Hak Cipta Jepang
Undang-Undang Hak Cipta Jepang mendefinisikan ‘karya cipta’, yang merupakan inti dari objek perlindungan, dalam Pasal 2, Ayat 1, Nomor 1 sebagai berikut.
Sebuah karya yang merupakan ekspresi kreatif dari ide atau perasaan, yang termasuk dalam lingkup sastra, ilmu pengetahuan, seni, atau musik.
Definisi ini mencakup empat persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar suatu karya dapat diakui dan dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Keempat persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
- Memiliki ‘ide atau perasaan’ sebagai kontennya
- Bersifat ‘kreatif’
- Merupakan ‘ekspresi’ dari ide atau perasaan tersebut
- Termasuk dalam lingkup ‘sastra, ilmu pengetahuan, seni, atau musik’
Di bawah ini, kita akan menggali lebih dalam mengenai masing-masing persyaratan ini, dengan melihat bagaimana pengadilan di Jepang telah menilai berdasarkan standar tertentu melalui contoh kasus yang konkret.
“Pemikiran atau Perasaan” — Hasil dari Aktivitas Mental Manusia
Syarat pertama dari sebuah ciptaan adalah bahwa ia harus mengandung “pemikiran atau perasaan” manusia. Syarat ini menuntut bahwa ciptaan tersebut berasal dari aktivitas mental manusia, dan berfungsi untuk mengecualikan fakta, data, atau hukum yang murni fungsional dari objek perlindungan hak cipta.
Syarat ini berperan sebagai ‘penjaga gerbang’ yang membagi berbagai kekayaan intelektual ke dalam sistem hukum yang tepat. Ekspresi kreatif dari pemikiran dan perasaan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta Jepang, penemuan teknis oleh Undang-Undang Paten Jepang, desain produk industri oleh Undang-Undang Desain Jepang, dan data sederhana seperti daftar pelanggan dapat dilindungi sebagai rahasia dagang berdasarkan hukum kontrak dan hukum pencegahan persaingan tidak sehat. Memahami pembagian ini sangat penting dalam merancang strategi untuk melindungi kekayaan intelektual perusahaan Anda di bawah hukum yang tepat.
Dalam kasus hukum, batas ini juga dinilai secara ketat. Misalnya, Pasal 10 Ayat 2 dari Undang-Undang Hak Cipta Jepang menyatakan bahwa “laporan yang hanya menyampaikan fakta dan berita aktual” tidak dianggap sebagai ciptaan. Berdasarkan ini, sekadar data atau daftar fakta tidak diakui sebagai ciptaan, kecuali ada intervensi pemikiran atau perasaan dari penciptanya.
Demikian pula, dokumen yang ekspresinya sepenuhnya ditentukan oleh tujuan praktis dan tidak memberikan ruang bagi individualitas pencipta, cenderung dinilai tidak memenuhi syarat ini. Sebagai contoh, Pengadilan Distrik Tokyo dalam putusannya tanggal 14 Mei 1987 (1987) menolak sifat ciptaan dari kontrak jual beli tanah yang standar. Selanjutnya, Pengadilan Distrik Tokyo dalam putusannya tanggal 31 Agustus 1965 (1965) memberikan penilaian yang sama terhadap konosemen muatan kapal. Wording dari dokumen-dokumen ini distandardisasi berdasarkan kebutuhan praktis seperti keamanan dan efisiensi transaksi, dan tidak dianggap sebagai ekspresi pemikiran atau perasaan penciptanya.
Di sisi lain, bahkan konten yang bersifat akademis, jika dianggap mengungkapkan pemikiran atau perasaan penulis, dapat diakui sebagai ciptaan. Pengadilan Distrik Tokyo dalam putusannya tanggal 21 Juni 1978 (1978) mengakui sifat ciptaan dari sebuah artikel tentang hak cahaya matahari, karena artikel tersebut secara kreatif mengekspresikan pemikiran penulis tentang masalah cahaya matahari. Dengan demikian, meskipun menangani topik yang ilmiah atau teknis, komposisi, analisis, dan cara penjelasannya mencerminkan aktivitas intelektual penulis, yaitu “pemikiran”, sehingga dilindungi sebagai ciptaan.
「Kreativitas」— Ekspresi Kepribadian Kreator
Kreativitas merupakan syarat kedua dalam hukum hak cipta Jepang, yang tidak selalu menuntut tingkat kesenian, kebaruan, atau orisinalitas yang tinggi. Yang diminta di sini adalah apakah suatu karya telah mengekspresikan ‘kepribadian’ kreatornya. Artinya, jika kreator memiliki pilihan dalam berekspresi dan hasil dari pilihan tersebut menunjukkan ciri khas kreator, maka syarat kreativitas dianggap terpenuhi.
Kehadiran atau ketiadaan ‘kreativitas’ ini dinilai dari seberapa bebas kreator dalam berekspresi. Jika metode ekspresi sangat dibatasi oleh fungsi, media, atau subjek, maka akan sulit untuk menunjukkan kepribadian, dan karya tersebut cenderung tidak dianggap memiliki hak cipta. Sebaliknya, jika terdapat banyak pilihan dalam pemilihan, susunan, dan penggunaan kata, maka kreativitas lebih mudah diakui.
Sebagai contoh kasus di mana kreativitas diakui, kita dapat melihat pada karya peta. Pengadilan Distrik Tokyo pada tanggal 27 Mei 2022 (Reiwa 4) mengakui hak cipta atas peta perumahan. Pengadilan menilai bahwa pilihan informasi yang akan ditampilkan, seperti nama bangunan atau penghuni, dan ilustrasi yang menunjukkan lokasi fasilitas, serta cara mengatur dan menampilkan informasi tersebut agar mudah dicari dan dilihat, mencerminkan kepribadian kreator.
Database juga dinilai dengan cara yang sama. Dalam putusan Pengadilan Distrik Tokyo pada tanggal 17 Maret 2000 (Heisei 12) yang dikenal sebagai ‘Kasus Database Town Page’, bukan informasi nomor telepon individu, melainkan ‘sistem klasifikasi pekerjaan’ yang mengklasifikasikan informasi tersebut dalam struktur hierarki yang unik untuk kemudahan pencarian yang diakui memiliki kreativitas dan dilindungi sebagai karya hak cipta. Sebaliknya, buku telepon yang hanya disusun berdasarkan urutan kana (Hello Page) tidak diakui memiliki kreativitas dalam struktur sistematis tersebut.
Di bidang program komputer, penilaian serupa juga diberikan. Pengadilan Distrik Osaka pada tanggal 29 Januari 2024 (Reiwa 6) memutuskan bahwa meskipun beberapa program ditulis menggunakan bahasa pemrograman standar, desain pemrosesan data yang spesifik dan struktur keseluruhan kode sumber yang mencakup ratusan halaman memberikan ‘ruang pilihan’ yang cukup bagi kreator, dan sebagai hasilnya, kepribadian kreator terungkap, sehingga karya tersebut diakui memiliki hak cipta.
Di sisi lain, jika ekspresi dianggap umum, kreativitas akan ditolak. Pengadilan Distrik Tokyo pada tanggal 30 Maret 2022 (Reiwa 4) dalam ‘Kasus Spring Roll Stick’ menilai bahwa teknik fotografi seperti pencahayaan, sudut, dan penyajian untuk membuat spring roll terlihat lezat adalah ekspresi yang umum digunakan dalam fotografi komersial, sehingga menolak kreativitas foto tersebut.
Slogan singkat juga cenderung ditolak kreativitasnya karena pilihan ekspresinya yang terbatas. Pengadilan Tinggi Kekayaan Intelektual pada tanggal 10 November 2015 (Heisei 27) memutuskan bahwa slogan materi pembelajaran bahasa Inggris ‘Hanya dengan mendengarkan bahasa Inggris seperti mendengarkan musik’ tidak memiliki kreativitas karena ekspresinya yang singkat dan deskriptif dengan pilihan yang sangat terbatas. Sebaliknya, slogan keselamatan lalu lintas ‘Aku aman, lebih dari pangkuan Mama, kursi anak’ diakui memiliki kreativitas karena perspektif dan metode ekspresinya yang unik.
「Ekspresi」— Prinsip Pembedaan Antara Ide dan Ekspresi dalam Hukum Hak Cipta Jepang
Syarat ketiga adalah bahwa karya harus merupakan ‘ekspresi’ yang konkret. Ini didasarkan pada prinsip fundamental dalam hukum hak cipta yang disebut ‘prinsip pembedaan antara ide dan ekspresi’. Artinya, hukum hanya melindungi ekspresi konkret dari sebuah ide, bukan ide itu sendiri. Prinsip ini sangat penting untuk memungkinkan ide, fakta, dan teori sebagai elemen dasar menjadi milik bersama masyarakat, sehingga dapat digunakan secara bebas oleh siapa saja dan untuk mendorong perkembangan budaya. Tujuan ‘berkontribusi pada perkembangan budaya’ yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta Jepang didukung oleh prinsip ini.
Salah satu contoh paling jelas dari prinsip ini adalah putusan Mahkamah Agung Jepang pada tanggal 28 Juni 2001 (2001) dalam kasus ‘Esashi Oiwake’. Dalam kasus ini, seorang penulis non-fiksi menulis sebuah karya dengan struktur cerita tentang bagaimana kota Esashi di Hokkaido pernah makmur karena perikanan haring, kemudian mengalami kemunduran, dan sekarang kembali ramai sekali setahun dengan festival lagu rakyat nasional ‘Esashi Oiwake’. Kemudian, sebuah stasiun televisi membuat program dokumenter dengan sejarah dan struktur cerita yang persis sama. Mahkamah Agung membatalkan keputusan pengadilan yang lebih rendah dan menolak klaim pelanggaran hak cipta. Logikanya adalah memisahkan secara ketat antara ide dan fakta yang tidak dilindungi dengan ekspresi yang dilindungi. Mahkamah Agung memutuskan bahwa fakta historis kota dan kerangka cerita ‘kemakmuran → kemunduran → kebangkitan’ adalah ‘ide’ yang tidak dilindungi dan dapat digunakan oleh siapa saja. Di sisi lain, penggunaan kata-kata dan metafora konkret oleh penulis untuk menceritakan cerita tersebut adalah ‘ekspresi’ yang dilindungi. Karena stasiun televisi menggunakan ide dan fakta tetapi dengan narasi dan visualisasi yang unik, mereka tidak dianggap melanggar hak cipta karena tidak ‘secara langsung menangkap esensi ekspresif’ dari karya asli.
Prinsip pembedaan antara ide dan ekspresi ini juga diterapkan secara luas di bidang lain. Misalnya, dalam putusan Pengadilan Tinggi Properti Intelektual pada tanggal 8 Agustus 2012 (2012) dalam kasus ‘Permainan Memancing’, dijelaskan bahwa aturan permainan, sistem, dan urutan transisi layar seperti ‘layar judul → pemilihan tempat memancing → casting → layar hasil pancingan’ hanyalah ‘ide’ tentang mekanisme permainan memancing dan bukan subjek perlindungan hak cipta. Yang dilindungi adalah ‘ekspresi’ konkret seperti desain grafis layar, karakter, musik, dan teks. Oleh karena itu, meskipun pesaing mungkin meniru fungsi perangkat lunak perusahaan lain, akan sulit untuk menuntut pelanggaran hak cipta kecuali mereka secara langsung menyalin kode sumber. ‘Ide’ fungsi tidak dilindungi, sementara ‘ekspresi’ kode sumber dilindungi.
“Ruang Lingkup Karya Sastra, Ilmiah, Seni, atau Musik” — Domain Harta Kekayaan Intelektual
Syarat terakhir yang harus dipenuhi oleh suatu karya adalah bahwa karya tersebut termasuk dalam “ruang lingkup karya sastra, ilmiah, seni, atau musik”. Syarat ini diinterpretasikan secara luas untuk mencakup hasil dari aktivitas intelektual dan budaya, dan biasanya tidak banyak menimbulkan masalah. Namun, dalam bidang “seni terapan”, di mana karya seni diterapkan pada barang-barang yang praktis, syarat ini menjadi titik kontroversi yang penting.
Perdebatan mengenai seni terapan berkisar pada pembagian antara hak cipta, yang memberikan perlindungan jangka panjang, dan hukum desain, yang berangkat dari asumsi perlindungan jangka pendek. Pengadilan cenderung berhati-hati dalam memberikan keputusan karena melindungi desain produk massal dengan hak cipta dapat mengurangi peran hukum desain dan berpotensi membatasi aktivitas industri secara berlebihan.
Salah satu kriteria penting dalam hal ini ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi Kekayaan Intelektual Jepang pada tanggal 8 Desember 2021 (Reiwa 3) dalam kasus “Perosotan Gurita”. Dalam kasus ini, pengadilan menetapkan bahwa untuk dilindungi sebagai “karya seni” di bawah hukum hak cipta, karakteristik estetika dari seni terapan (kecuali karya kerajinan seni yang dibuat secara individual) harus dapat “dipisahkan” dari fungsi praktisnya. Mengenai perosotan berbentuk gurita yang menjadi masalah, pengadilan memutuskan bahwa bentuknya tidak dapat dipisahkan dari fungsi sebagai permainan anak-anak. Kepala gurita yang mendukung struktur dan kaki yang membentuk perosotan itu sendiri adalah contoh integrasi unsur estetika dan fungsional yang tidak dapat dipisahkan. Akibatnya, perosotan ini tidak dianggap sebagai karya seni di bawah hukum hak cipta.
Keputusan ini memberikan petunjuk penting bagi perusahaan dalam melindungi desain produk mereka. Saat ingin melindungi desain produk yang fungsional sebagai kekayaan intelektual, hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah pendaftaran di bawah hukum desain, dan perlindungan di bawah hukum hak cipta harus dipahami sebagai sesuatu yang terbatas.
Di sisi lain, jika ekspresi estetika dapat dipisahkan dengan jelas dari fungsinya, maka perlindungan melalui hak cipta menjadi mungkin. Sebagai contoh, ilustrasi yang dicetak pada kaos atau pola yang digunakan pada kain selimut adalah karya seni yang independen dan dapat menjadi objek apresiasi estetika terpisah dari fungsi praktis kaos atau selimut tersebut, sehingga menjadi subjek perlindungan hak cipta.
Batasan Antara Objek yang Dilindungi dan Tidak Dilindungi oleh Hak Cipta di Jepang
Untuk mengorganisir diskusi yang telah kita lakukan, mari kita bandingkan batas antara ‘ekspresi’ yang dilindungi oleh hak cipta dan ‘ide’ serta ‘fakta’ yang tidak dilindungi, berdasarkan contoh kasus hukum yang konkret.
Objek yang Dilindungi | Objek yang Tidak Dilindungi | Kasus Terkait |
---|---|---|
Ekspresi tertulis dan metafora dalam novel | Plot, tema novel, fakta sejarah | Kasus Esashi Oiwake |
Metode pemilihan, penataan, dan penyajian informasi pada peta perumahan | Fakta geografis itu sendiri | Kasus Peta Perumahan |
Desain layar permainan, gambar karakter, musik | Aturan permainan, mekanisme, urutan transisi layar | Kasus Permainan Memancing |
Deskripsi kode sumber yang spesifik pada program komputer | Algoritma atau fungsi yang dijalankan oleh program | Putusan Pengadilan Distrik Osaka, 29 Januari (2024) |
Slogan keselamatan lalu lintas yang menggunakan ekspresi kreatif | Catchphrase iklan yang umum dan deskriptif | Kasus Slogan Keselamatan Lalu Lintas / Kasus Speed Learning |
Ilustrasi yang dicetak pada T-shirt | Desain permainan yang terintegrasi dengan fungsinya | Kasus Seluncuran Gurita |
Kesimpulan
Definisi ‘karya cipta’ dalam Undang-Undang Hak Cipta Jepang bukan sekadar daftar periksa formal, melainkan standar yang dirumuskan dengan mendalam yang diterapkan oleh pengadilan untuk setiap kasus secara individual. Empat syarat yang meliputi pemikiran atau perasaan, kreativitas, ekspresi, serta lingkup sastra, ilmu pengetahuan, seni, dan musik, saling terkait untuk menyeimbangkan perlindungan hak-hak pencipta dengan memastikan ide dan fakta tetap menjadi harta bersama masyarakat, demi kepentingan umum. Untuk mengelola kekayaan intelektual perusahaan dengan tepat dan menghindari risiko pelanggaran hak orang lain, sangat penting untuk memahami syarat-syarat ini dan tren putusan pengadilan yang mengkonkretkannya.
Monolith Law Office memiliki rekam jejak yang kaya dalam memberikan nasihat dan dukungan terhadap isu-isu kompleks yang berkaitan dengan Undang-Undang Hak Cipta Jepang kepada klien di berbagai bidang, termasuk perangkat lunak, produksi konten, dan desain produk. Kantor kami memiliki beberapa ahli yang fasih berbahasa Inggris, termasuk mereka yang memiliki kualifikasi sebagai pengacara di luar negeri, yang memungkinkan kami untuk menyediakan layanan hukum yang lancar dan profesional bagi perusahaan yang mengembangkan bisnis internasional dan menghadapi tantangan hak cipta. Untuk konsultasi mengenai definisi karya cipta seperti yang dijelaskan dalam artikel ini, atau untuk merumuskan strategi kekayaan intelektual yang konkret, silakan hubungi kami di Monolith Law Office.
Category: General Corporate