MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

General Corporate

Apa Saja Contoh Kasus Pelecehan oleh Pelanggan? Menjelaskan Poin-Poin Strategi dari Kasus Hukum

General Corporate

Apa Saja Contoh Kasus Pelecehan oleh Pelanggan? Menjelaskan Poin-Poin Strategi dari Kasus Hukum

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah “customer harassment” atau yang sering disebut ‘kasuhara’ di mana karyawan menderita akibat klaim yang berbahaya telah meningkat. Perusahaan memiliki kewajiban untuk memperhatikan keselamatan karyawan, sehingga sangat penting untuk mengambil langkah-langkah yang tepat sebagai persiapan terhadap kasuhara. Namun, meskipun istilah ‘kasuhara’ sering digunakan, banyak orang yang tidak sepenuhnya mengerti tindakan apa saja yang termasuk dalam kasuhara.

Dengan mengetahui contoh kasus kasuhara, Anda akan memahami pentingnya mengambil langkah-langkah untuk menghadapinya.

Artikel ini akan memperkenalkan contoh kasus kasuhara yang sebenarnya terjadi dan contoh kasus pengadilan di mana kewajiban untuk memperhatikan keselamatan karyawan dipertanyakan, serta menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil oleh perusahaan untuk menghadapi kasuhara di Jepang.

Apa Itu Pelecehan Pelanggan di Bawah Hukum Jepang?

Apa Itu Pelecehan Pelanggan di Bawah Hukum Jepang?

Pelecehan pelanggan adalah salah satu jenis pelecehan yang merugikan lingkungan kerja karyawan. Sebenarnya, definisi pelecehan pelanggan tidak dijelaskan secara eksplisit dalam undang-undang.

Namun, berdasarkan informasi dari survei dan wawancara dengan perusahaan, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang telah mendefinisikan pelecehan pelanggan di tempat kerja sebagai berikut.

Keluhan atau perilaku dari pelanggan yang, ketika dilihat dari kelayakan isi permintaan tersebut, cara dan metode untuk mewujudkan permintaan tersebut dianggap tidak pantas menurut norma sosial, dan dengan cara dan metode tersebut, lingkungan kerja karyawan menjadi terganggu.

Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang | Manual Penanganan Pelecehan Pelanggan[ja]

Tidak semua keluhan dari pelanggan atau mitra bisnis merupakan pelecehan pelanggan. Suara pelanggan yang menuntut perbaikan produk atau layanan harus dianggap sebagai keluhan yang sah dan ditanggapi dengan serius. Namun, ada juga keluhan yang berlebihan atau tuduhan yang tidak adil yang merupakan bentuk keluhan yang berbahaya.

Menghadapi keluhan yang cukup buruk untuk dianggap sebagai pelecehan pelanggan dapat menjadi beban yang berat bagi karyawan.

Kriteria Penentuan Kasus Pelecehan Pelanggan Menurut Hukum Jepang

Berdasarkan definisi pelecehan pelanggan (kasuhara) yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, terdapat dua poin penting dalam menentukan apakah suatu kasus dapat dikategorikan sebagai kasuhara:

  • Apakah klaim yang diajukan oleh pelanggan memiliki keabsahan
  • Apakah metode dan cara yang digunakan untuk mewujudkan tuntutan tersebut umumnya dianggap wajar

Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kriteria penentuan dan metode penanganan kasuhara, silakan merujuk pada artikel di bawah ini.

Artikel terkait: Pelecehan Pelanggan yang Menjadi Masalah Sosial: Langkah-langkah yang Harus Diambil oleh Perusahaan dan Pelanggaran Hukum yang Terkait[ja]

Contoh Kasus Spesifik Kasus Harassment oleh Pelanggan di Jepang

Contoh spesifik kasus harassment oleh pelanggan yang terjadi di Jepang

Harassment oleh pelanggan (disingkat Kasuhara) di Jepang merujuk pada berbagai perilaku yang mengganggu dari pelanggan, yang menunjukkan berbagai bentuk dan dapat memberikan dampak serius kepada karyawan. Penting bagi para pengusaha untuk mempertimbangkan langkah-langkah pencegahan Kasuhara dengan merujuk pada kasus-kasus ini dan menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi karyawan mereka.

Di sini, kita akan melihat bagaimana Kasuhara dapat muncul dalam berbagai bentuk berdasarkan kasus-kasus nyata yang telah terungkap melalui putusan pengadilan atau laporan media.

Kekerasan Fisik seperti Penganiayaan dan Penyerangan di Bawah Hukum Jepang

Serangan fisik merupakan salah satu bentuk kasus pelecehan di tempat kerja (kasuhara) yang paling berbahaya dan mengancam keselamatan karyawan. Berikut adalah beberapa contoh spesifik:

  • Seorang petugas stasiun yang menegur penumpang yang berdiri di luar area blok braille di peron, didorong hingga terjatuh.
  • Seorang karyawan kasir yang ditarik kerah bajunya dan diseret karena dianggap memiliki sikap pelayanan yang buruk.
  • Orang yang berperilaku mengintimidasi dengan berteriak di lantai kerja, melempar sepatu, atau memukul kursi.
  • Seorang perawat yang dipukul, dicubit, diludahi, dilempari benda, atau peralatan kerjanya dirusak.
  • Seorang petugas stasiun yang sedang menangani penumpang mabuk, diinjak-injak atau dipukul dengan payung.

Serangan Mental seperti Ancaman, Pencemaran Nama Baik, dan Ujaran Kasar di Bawah Hukum Jepang

Serangan mental melalui kata-kata atau sikap juga merupakan bentuk kasar (power harassment) yang memberikan beban psikologis yang besar kepada karyawan.

  • Mengucapkan ancaman seperti “Aku akan membunuhmu” atau “Aku akan membakar rumahmu”.
  • Melontarkan kata-kata kasar seperti “Mati saja” atau “Bodoh” saat menerima telepon keluhan.
  • Mengintimidasi dengan suara keras karena pelayanan kepada pelanggan yang lambat.
  • Berteriak dengan keras kepada perawat dengan kata-kata seperti “Kamu tidak bisa apa-apa” atau “Pergi” karena tidak puas dengan tindakan atau perawatan yang diberikan.
  • Mengatakan hal-hal yang menyerang kepribadian seperti “Kamu bodoh dan berkepribadian buruk” kepada petugas layanan call center.
  • Mengancam dengan mengisyaratkan akan membocorkan informasi ke SNS atau media massa.

Perilaku Berkelanjutan dan Menetap

Bukan hanya sekali, tetapi perilaku mengganggu yang terjadi berulang-ulang juga merupakan bentuk kasar (kasuhara) yang dapat melelahkan karyawan.

  • Sering mengunjungi dan mengajukan keluhan.
  • Mengajukan keluhan berulang kali ke beberapa departemen.
  • Melakukan lebih dari 100 panggilan telepon tanpa suara atau respons.

Tindakan Pembatasan yang Mengikat

Menahan karyawan untuk waktu yang lama dan mencabut kebebasan mereka juga termasuk dalam kasus pelecehan pelanggan (kasuhara) di bawah praktik ketenagakerjaan Jepang.

  • Walaupun sudah dijelaskan bahwa pengembalian dana tidak mungkin, pelanggan tersebut tidak puas dan terus menanyakan hal tersebut selama lebih dari dua jam.
  • Mendesak karyawan untuk meminta maaf di rumah pelanggan dan memaksa mereka untuk meminta maaf hingga larut malam selama empat hari.
  • Tidak puas dengan pelayanan karyawan dan terus menduduki toko tersebut untuk waktu yang lama.
  • Memberikan ceramah yang panjang kepada kurir di bawah terik matahari selama berjam-jam.

Permintaan Berlebihan Tanpa Alasan yang Sah

Permintaan yang jelas tidak wajar menurut norma sosial juga termasuk dalam kasus ‘kasuhara’ (pelecehan pelanggan) di bawah praktik hukum Jepang.

  • Melakukan permintaan berlebihan seperti “Perbaiki bug ini sepanjang malam hingga besok pagi”.
  • Pelanggan yang menggunakan taksi karena keterlambatan kereta meminta biaya taksi berkali-kali.
  • Meminta perbaikan gratis untuk produk yang dibeli 20 tahun yang lalu.
  • Setiap kali menginap, menunjukkan kekurangan dalam kebersihan kamar dan meminta peningkatan kelas kamar.
  • Meminta penggantian produk yang rusak akibat kesalahan sendiri.
  • Memaksa pegawai toko untuk melakukan sujud karena produk yang dibeli ternyata tergores.

Perilaku Diskriminatif dan Seksual di Bawah Hukum Jepang

Ucapan diskriminatif terkait ras, jenis kelamin, orientasi seksual, atau perilaku cabul merupakan bentuk serius dari kasus pelecehan di tempat kerja di Jepang.

  • Melalui telepon, seseorang mengucapkan kata-kata yang dapat dianggap sebagai pelecehan seksual, seperti “Ingin terus berbicara” atau “Beritahu aku nama depanmu”.
  • Seorang karyawan memegang tangan rekan kerja dan berulang kali meminta informasi kontak.
  • Menyentuh tubuh seorang perawat tanpa kaitan dengan tugas keperawatan.
  • Di kasir sebuah toko serba ada, meminta pergantian pegawai dengan alasan “Tidak ingin dilayani oleh orang asing”.

Contoh Kasus di Pengadilan Terkait Masalah Pelecehan oleh Pelanggan di Jepang

Di sini, kami akan memperkenalkan beberapa contoh kasus di pengadilan di Jepang yang menjadi masalah akibat pelecehan oleh pelanggan.

Kasus di mana seorang perawat diserang oleh pasien yang dirawat inap

Seorang perawat di rumah sakit di Jepang mengalami kekerasan dari pasien yang dirawat inap dalam keadaan delirium saat bertugas di malam hari, mengakibatkan cedera seperti keseleo leher dan kontraktur lengan kiri, yang menyebabkan perawat tersebut harus cuti dari pekerjaannya.

Beberapa bulan setelah kembali bekerja, perawat tersebut kembali mengalami kekerasan, seperti lengan yang digenggam oleh pasien, yang menimbulkan rasa takut dan akhirnya mengembangkan gangguan penyesuaian, membuatnya sulit untuk bekerja.

Dalam kasus ini, rumah sakit di Jepang dianggap bertanggung jawab karena telah lalai dalam mencegah perawat tersebut dari bahaya fisik. (Putusan Pengadilan Distrik Tokyo, 19 Februari 2013 (Heisei 25 tahun))

Ada juga contoh lain dari pelecehan pelanggan di sektor rumah sakit dan perawatan, seperti:

  • Disentuh tubuhnya di bawah kedok perawatan.
  • Keluarga pengguna layanan perawatan memaksa kunjungan yang tidak perlu.
  • Mendapat makian setelah menjelaskan tentang larangan kunjungan selama pandemi COVID-19.

Kasus di mana terjadi masalah antara pegawai supermarket dan pelanggan di Jepang

Kasus di mana terjadi masalah antara pegawai supermarket dan pelanggan di Jepang

Seorang pelanggan yang tidak puas dengan sikap pelayanan pegawai supermarket di Jepang, dengan marah berteriak dan menghina pegawai tersebut, serta menuntut manajer toko untuk memecat pegawai yang bersangkutan.

Namun, dalam persidangan, dikatakan bahwa meskipun tindakan pelanggan tersebut kasar, tidak sampai pada tingkat kekerasan atau tindak pidana yang dapat dikenakan tuntutan hukum.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa ucapan pegawai juga bermasalah, dan respons yang kurang pertimbangan telah menyebabkan ketidaknyamanan pada pelanggan.

Pegawai tersebut segera kembali bekerja dan tidak dianggap mengalami gangguan mental, sehingga tindakan ilegal pelanggan tidak dapat dibuktikan. (Putusan Pengadilan Distrik Tokyo, 2 November 2018 (Heisei 30 tahun))

Kewajiban Perusahaan untuk Memperhatikan Keselamatan Karyawan di Bawah Hukum Jepang

Perusahaan di Jepang memiliki ‘kewajiban untuk memperhatikan keselamatan’ terhadap para pekerjanya. Kewajiban ini didefinisikan dalam Pasal 5 Undang-Undang Kontrak Kerja Jepang sebagai berikut:

Pasal 5 Pengguna tenaga kerja harus memberikan pertimbangan yang diperlukan agar pekerja dapat bekerja dengan memastikan keselamatan hidup dan tubuh mereka sesuai dengan kontrak kerja.

e-Gov Pencarian Peraturan | Undang-Undang Kontrak Kerja[ja]

Harassment dari pelanggan, atau yang sering disebut ‘Kasuhara’, merupakan situasi yang jelas merugikan lingkungan kerja yang aman bagi karyawan.

Jika perusahaan tidak mengambil langkah apa pun dalam menghadapi situasi terjadinya Kasuhara, atau hanya mampu memberikan respons yang tidak tepat, perusahaan tersebut dapat dituduh melanggar kewajiban untuk memperhatikan keselamatan. Karena ada kemungkinan karyawan mengajukan klaim ganti rugi, maka penting bagi perusahaan untuk mengimplementasikan strategi yang efektif dalam menangani Kasuhara.

Kasus Pelanggaran Kewajiban Pengamanan Keselamatan Akibat Kasus ‘Kasuhara’ di Jepang

Kami akan memperkenalkan sebuah kasus di mana sebuah perusahaan di Jepang dituduh melanggar kewajiban pengamanan keselamatan akibat terjadinya ‘kasuhara’ (pelecehan oleh pelanggan).

Kasus Penerimaan Beban Psikologis Berat oleh Pekerja Pemeliharaan Anak

Seorang pekerja pemeliharaan anak menjadi depresi dan akhirnya bunuh diri akibat tuduhan penyalahgunaan anak oleh orang tua, yang menimbulkan kegaduhan. Keluarga pekerja tersebut menuduh taman kanak-kanak tempatnya bekerja telah melanggar kewajiban pengamanan keselamatan.

Meskipun dapat diprediksi bahwa pekerja tersebut berisiko mengembangkan depresi dan melakukan bunuh diri, dikritik bahwa tidak ada fungsi konseling atau wawancara yang efektif.

Di pengadilan, taman kanak-kanak tersebut dianggap telah melanggar kewajiban pengamanan keselamatan karena tidak mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengurangi beban psikologis (Putusan Pengadilan Nagasaki, Reiwa 3 (2021) tanggal 19 Januari).

Kasus Pekerja Pusat Panggilan yang Menerima Ucapan Kasar

Seorang pekerja pusat panggilan mengajukan tuntutan pelanggaran kewajiban pengamanan keselamatan perusahaan setelah menerima ucapan kasar melalui telepon.

Dalam persidangan, langkah-langkah berikut yang telah diambil oleh perusahaan untuk melindungi karyawannya menjadi bahan pertimbangan:

  • Pemantauan panggilan oleh staf senior secara berkala untuk selalu memeriksa panggilan masuk yang sulit ditangani.
  • Memperbolehkan komunikator untuk memutuskan panggilan segera jika diperlukan, dan mengizinkan tindakan seperti melepas headset atau beralih ke pesan suara otomatis.
  • Menyediakan konseling gratis, pemeriksaan stres, dan bimbingan wawancara dengan dokter industri.

Dalam kasus ini, karena dianggap bahwa perusahaan telah cukup menyusun manual dan aturan penanganan, tuduhan pelanggaran kewajiban pengamanan keselamatan tidak diterima.

Langkah-langkah yang Harus Diambil oleh Perusahaan untuk Menghadapi Kasus Kasuhara di Jepang

Langkah-langkah yang Harus Diambil oleh Perusahaan untuk Menghadapi Kasus Kasuhara di Jepang

Berdasarkan kasus-kasus kasuhara yang ada, kami akan menjelaskan langkah-langkah yang harus diambil oleh perusahaan di Jepang.

Menyusun dan Menyebarkan Kebijakan Dasar kepada Karyawan

Saat mengimplementasikan langkah-langkah kasuhara, perusahaan harus pertama-tama menetapkan kebijakan dasar yang jelas dan menyebarkannya kepada karyawan.

Dengan menunjukkan sikap perlindungan terhadap karyawan, perusahaan dapat memberikan rasa aman bahwa mereka serius dalam menghadapi kasuhara. Hal ini juga dapat meningkatkan kesadaran karyawan terhadap pencegahan kasuhara, sehingga mereka menjadi lebih terbuka untuk berbicara tentang kasuhara di tempat kerja.

Setelah menetapkan kebijakan dasar, lakukan pelatihan untuk meningkatkan pemahaman karyawan tentang kasuhara.

Menyiapkan Sistem Konsultasi dan Respons yang Baik

Memiliki lingkungan di mana karyawan dapat dengan mudah berkonsultasi tentang kasuhara sangat penting ketika terjadi masalah.

Tentukan terlebih dahulu kepada siapa karyawan harus berkonsultasi jika mereka menghadapi masalah.

Atasan atau pengawas di lapangan dapat menjadi pilihan yang baik bagi karyawan untuk berkonsultasi tentang kasuhara karena mereka diharapkan dapat merespons dengan cepat.

Setelah menerima konsultasi, penting untuk memiliki manual yang menjelaskan prosedur respons yang harus diikuti. Membangun sistem yang dapat berkoordinasi dengan lancar dengan departemen terkait dan lembaga eksternal akan membantu dalam menyelesaikan masalah dengan cepat.

Menetapkan Prosedur Respons Saat Terjadi Klaim

Prosedur respons yang harus diikuti setelah menerima konsultasi dari karyawan tentang kasuhara harus ditetapkan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan semua jenis masalah yang mungkin terjadi.

Alur respons yang spesifik dapat bervariasi tergantung pada jenis pekerjaan dan bentuk operasional, namun beberapa hal yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

  • Alur berbagi informasi
  • Keberadaan rekaman telepon
  • Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mendengarkan keinginan pelanggan
  • Jumlah orang yang menangani klaim
  • Waktu yang tepat untuk meminta maaf
  • Kondisi personel dan layanan saat ini

Tidak Mengabaikan Langkah Perhatian terhadap Karyawan

Jika karyawan menjadi korban kasuhara, perusahaan harus segera mengambil langkah perhatian.

Jika karyawan mengalami kekerasan atau pelecehan seksual, pisahkan mereka dari pelanggan secepat mungkin untuk memastikan keselamatan mereka. Bekerjasama dengan pengacara atau polisi juga dapat efektif untuk memastikan keamanan.

Lebih lanjut, karena kasuhara dapat memberikan beban psikologis yang besar, penting untuk tidak mengabaikan perawatan setelah kejadian. Mengingat potensi gangguan kesehatan mental, penting juga untuk menyiapkan sistem yang memungkinkan karyawan untuk berkonsultasi dengan fasilitas medis.

Kesimpulan: Konsultasikan Strategi Anti-Kasus Harassment kepada Pengacara

Customer harassment atau kasus harassment dapat terjadi dalam berbagai bentuk tergantung pada konten layanan dan jenis pekerjaan. Untuk menangani insiden yang terjadi secara tiba-tiba dengan tepat, penting untuk memahami kasus harassment melalui studi kasus sebelumnya dan mengambil langkah-langkah pencegahan sebelumnya.

Dalam memajukan strategi anti-kasus harassment, jika ada ketidakpastian dalam pengambilan keputusan di dalam perusahaan Anda, kami menyarankan untuk berkonsultasi dengan pengacara. Dengan berkonsultasi dengan pengacara dan menyiapkan langkah-langkah yang tepat sebelumnya, Anda akan dapat merespons dengan cepat ketika kasus harassment terjadi.

Panduan Tindakan Hukum oleh Monolith Law Office

Monolith Law Office adalah firma hukum yang memiliki keahlian tinggi dalam IT, khususnya hukum internet dan hukum Jepang secara umum. Kami menyediakan berbagai dukungan hukum dan pembuatan serta review kontrak bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Tokyo hingga perusahaan rintisan. Untuk informasi lebih lanjut, silakan merujuk pada artikel di bawah ini.

Bidang layanan Monolith Law Office: Layanan Hukum Perusahaan IT dan Startup di Jepang[ja]

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas