MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

General Corporate

Judul Artikel: Dewan Direksi dalam Hukum Perusahaan Jepang: Peran dan Operasionalnya

General Corporate

Judul Artikel: Dewan Direksi dalam Hukum Perusahaan Jepang: Peran dan Operasionalnya

Di perusahaan saham (kabushiki kaisha) Jepang, dewan direksi merupakan institusi yang sangat penting dan menjadi inti dari tata kelola perusahaan. Peran mereka sangat beragam, mulai dari menentukan kebijakan manajemen perusahaan hingga mengawasi eksekusi pekerjaan sehari-hari, serta memilih direktur perwakilan, yang semuanya menjadi dasar untuk mendukung pertumbuhan sehat dan pengembangan berkelanjutan perusahaan. Dewan direksi berfungsi sebagai organ pengambilan keputusan yang dibentuk untuk mengkristalkan kebijakan operasional perusahaan dan menjalankan fungsi pengawasan manajemen, tidak hanya mengejar eksekusi kerja yang efisien tetapi juga memenuhi tujuan tata kelola perusahaan yang lebih luas seperti kepatuhan terhadap hukum, pencegahan kecurangan, dan perlindungan kepentingan pemegang saham. Artikel ini akan menjelaskan kerangka hukum dewan direksi yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perusahaan Jepang, kewenangan utama dan prosedur operasional mereka, serta prinsip-prinsip penting yang berkaitan dengan tanggung jawab direksi. Selain itu, kami akan memperkenalkan contoh interpretasi hukum dalam praktik dewan direksi melalui kasus-kasus pengadilan di Jepang dan juga akan membahas karakteristik dewan direksi dalam berbagai desain institusional. Kami berharap artikel ini dapat membantu memperdalam pemahaman Anda tentang tata kelola perusahaan di Jepang.  

Dasar Hukum dan Kewajiban Pendirian Dewan Direksi di Bawah Hukum Perusahaan Jepang

Hukum Perusahaan Jepang menetapkan ketentuan yang jelas mengenai pendirian Dewan Direksi sebagai organ dari perseroan terbatas. Terdapat situasi di mana pendirian Dewan Direksi menjadi kewajiban hukum. Misalnya, perusahaan terbuka harus mendirikan Dewan Direksi (Pasal 327 Ayat (1) dari Hukum Perusahaan Jepang). Perusahaan terbuka adalah perusahaan yang tidak menetapkan pembatasan dalam anggaran dasar terkait dengan pengalihan saham yang diterbitkannya. Perusahaan seperti ini, yang mengumpulkan dana dari banyak pemegang saham, memerlukan peningkatan transparansi manajemen dan fungsi pengawasan, sehingga pendirian Dewan Direksi menjadi kewajiban.

Selain itu, perusahaan yang mendirikan Komite Audit, Komite Audit dan lainnya, serta Komite Nominasi dan sejenisnya juga diwajibkan untuk mendirikan Dewan Direksi (Pasal 327 Ayat (1) dari Hukum Perusahaan Jepang). Desain organisasi ini dipilih sesuai dengan skala perusahaan dan sifat bisnisnya untuk membangun sistem tata kelola perusahaan yang lebih canggih. Kewajiban pendirian Dewan Direksi bagi perusahaan dengan desain organisasi tertentu bukan hanya untuk memenuhi persyaratan formal hukum. Hal ini karena bagi perusahaan dengan skala besar atau struktur manajemen yang lebih kompleks, peningkatan transparansi dan keadilan manajerial, serta kredibilitas eksternal dari pemegang saham dan pasar, serta penguatan tata kelola adalah esensial. Hukum menuntut sistem pengawasan yang lebih kuat sesuai dengan tahap pertumbuhan dan karakteristik perusahaan, dan Dewan Direksi berperan sebagai inti dari sistem tersebut, berkontribusi pada perlindungan investor dan pemeliharaan integritas pasar. Pasal 1 dari Hukum Perusahaan Jepang menyatakan bahwa pendirian, organisasi, operasi, dan manajemen perusahaan harus mengikuti ketentuan Hukum Perusahaan Jepang, kecuali ada ketentuan khusus dalam hukum lain, dan kewajiban pendirian Dewan Direksi juga didasarkan pada prinsip dasar ini.  

Peran dan Wewenang Utama Dewan Direksi di Bawah Hukum Perusahaan Jepang

Dewan Direksi memiliki berbagai peran dan wewenang penting dalam manajemen perusahaan saham di Jepang. Fungsi utamanya meliputi pengambilan keputusan terkait eksekusi bisnis perusahaan, pengawasan pelaksanaan tugas oleh para direktur, serta pemilihan dan pemberhentian direktur perwakilan sesuai dengan Pasal 362 Ayat (1) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang (Japanese Companies Act).  

Pertama-tama, Dewan Direksi membuat ‘keputusan eksekusi bisnis’ perusahaan. Pasal 362 Ayat (2) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang menetapkan bahwa beberapa hal penting seperti penjualan dan penerimaan aset penting, pinjaman dalam jumlah besar, penunjukan dan pemberhentian manajer dan karyawan penting lainnya, pembentukan, perubahan, dan pembubaran cabang atau organisasi penting lainnya, penerbitan obligasi, serta pembentukan sistem yang diperlukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan tugas oleh para direktur sesuai dengan hukum dan anggaran dasar, termasuk sistem kontrol internal, adalah materi yang harus diputuskan oleh Dewan Direksi. Hal-hal ini memiliki dampak besar terhadap operasional perusahaan, sehingga memerlukan pertimbangan dan keputusan yang hati-hati dari Dewan Direksi. ‘Eksekusi bisnis penting’ ini secara spesifik diuraikan karena merupakan masalah yang sangat signifikan yang dapat mempengaruhi masa depan perusahaan, dan bukan hanya diserahkan kepada keputusan individu direktur, melainkan dibahas dan diputuskan oleh Dewan Direksi sebagai suatu badan kolektif untuk mendorong penilaian yang lebih objektif dan hati-hati serta untuk mendiversifikasi risiko.  

Selanjutnya, Dewan Direksi melakukan ‘pengawasan pelaksanaan tugas oleh para direktur’. Ini adalah fungsi penting untuk memeriksa apakah setiap direktur menjalankan tugasnya dengan tepat sesuai dengan hukum, anggaran dasar, dan keputusan Dewan Direksi, serta untuk memastikan operasional perusahaan yang sehat sesuai dengan Pasal 362 Ayat (1) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang. Pengawasan timbal balik antar direktur ini berkontribusi pada pencegahan tindakan tidak etis dan penguatan tata kelola perusahaan. Fungsi pengawasan ini berperan sebagai jaring pengaman yang secara berkelanjutan memeriksa apakah tugas-tugas yang telah diputuskan dilaksanakan dengan tepat dan mencegah kecurangan atau keputusan yang tidak tepat sebelum terjadi.  

Lebih lanjut, Dewan Direksi bertanggung jawab atas ‘pemilihan dan pemberhentian direktur perwakilan’, yang merupakan puncak kepemimpinan perusahaan sesuai dengan Pasal 362 Ayat (1) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang. Direktur perwakilan memiliki peran penting dalam menjalankan bisnis dan mewakili perusahaan, sehingga pemilihannya dan pemberhentiannya merupakan wewenang yang sangat penting bagi Dewan Direksi.  

Melalui peran-peran ini, Dewan Direksi berkontribusi pada peningkatan nilai perusahaan dan pengurangan risiko manajemen. Bahwa wewenang Dewan Direksi terdiri dari dua pilar utama, yaitu ‘keputusan’ dan ‘pengawasan’, menunjukkan bahwa mereka memegang keseimbangan yang baik antara ‘menyerang’ (pengambilan keputusan) dan ‘bertahan’ (pengawasan) dalam manajemen, sehingga perusahaan dapat tumbuh secara berkelanjutan dan mengelola risiko dengan tepat. Pemisahan dan koordinasi antara keputusan dan pengawasan ini merupakan inti dari sistem Dewan Direksi dalam hukum perusahaan Jepang dan dianggap sebagai mekanisme yang mendukung tata kelola perusahaan yang sehat.

Berikut ini adalah ringkasan peran dan wewenang utama Dewan Direksi.

PeranRingkasanDasar Hukum Undang-Undang Perusahaan
Keputusan Eksekusi BisnisMengambil keputusan mengenai kebijakan manajemen penting dan masalah eksekusi bisnis perusahaan. Khususnya, hal-hal yang diuraikan dalam Pasal 362 Ayat (2) harus diputuskan oleh Dewan Direksi.Undang-Undang Perusahaan Pasal 362 Ayat (1), Ayat (2)  
Pengawasan Pelaksanaan Tugas DirekturMengawasi dan memberi arahan kepada setiap direktur untuk memastikan mereka menjalankan tugasnya dengan tepat sesuai dengan hukum, anggaran dasar, dan keputusan Dewan Direksi.Undang-Undang Perusahaan Pasal 362 Ayat (1)  
Pemilihan dan Pemberhentian Direktur PerwakilanMemilih dan memberhentikan direktur perwakilan yang menjalankan bisnis dan mewakili perusahaan.Undang-Undang Perusahaan Pasal 362 Ayat (1)  

Operasional dan Prosedur Dewan Direksi di Jepang

Agar Dewan Direksi dapat menjalankan fungsinya dengan tepat, sangat penting untuk mematuhi prosedur operasional yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perusahaan Jepang. Prosedur ini tidak hanya bertujuan untuk memperlancar jalannya rapat, tetapi juga berfungsi sebagai mekanisme penting untuk menjamin fungsi pengawasan Dewan Direksi dan, pada akhirnya, untuk mengklarifikasi tanggung jawab para direktur.

Pertama, “prosedur pemanggilan dan pemberitahuan” merupakan dasar dari penyelenggaraan rapat Dewan Direksi. Secara prinsip, setiap direktur dapat memanggil rapat Dewan Direksi (Pasal 366 Ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Pemberitahuan pemanggilan harus diberikan kepada setiap direktur dan auditor yang memiliki wewenang audit operasional paling lambat satu minggu sebelum hari rapat (atau periode yang lebih pendek jika ditetapkan dalam anggaran dasar) (Pasal 368 Ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Namun, rapat dapat diadakan tanpa prosedur pemanggilan jika ada persetujuan dari semua direktur (kecuali direktur yang merupakan anggota komite audit, dll., di perusahaan yang memiliki komite tersebut) dan auditor (Pasal 366 Ayat (2), Pasal 368 Ayat (2) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Ketiadaan pemberitahuan pemanggilan atau pengaturan waktu yang membuat sulit untuk hadir dapat menyebabkan keputusan menjadi tidak sah, sehingga kepatuhan yang ketat sangat diperlukan. Ketatnya pemberitahuan pemanggilan ini menjamin bahwa semua direktur dapat mempertimbangkan agenda sebelumnya dan mempersiapkan diri dengan baik untuk rapat, yang menjadi dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat.

Selanjutnya, “pembuatan dan penyimpanan risalah rapat” sangat penting untuk transparansi dan penjaminan tanggung jawab Dewan Direksi. Risalah rapat Dewan Direksi harus dibuat sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Kehakiman (Pasal 369 Ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Risalah harus ditandatangani atau distempel oleh direktur dan auditor yang hadir, dan mereka yang tidak menyatakan keberatan dianggap menyetujui keputusan tersebut, sehingga penting untuk mencatat pendapat yang berlawanan dengan akurat (Pasal 369 Ayat (3), Ayat (5) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Risalah ini menjadi bukti keputusan perusahaan dan memainkan peran penting dalam sengketa atau penuntutan tanggung jawab di masa depan. Kewajiban mencatat keberatan dalam risalah merupakan sarana pertahanan diri bagi direktur untuk mengklarifikasi pendapat mereka dan menghindari tanggung jawab atas keputusan yang tidak tepat di kemudian hari, sekaligus menjadi bukti bahwa proses pengambilan keputusan perusahaan transparan.

Terakhir, “kewajiban laporan direktur” sangat penting agar Dewan Direksi dapat menjalankan fungsi pengawasannya secara efektif. Direktur perwakilan atau direktur yang menjalankan operasional harus melaporkan status pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Direksi setidaknya sekali setiap tiga bulan (Pasal 363 Ayat (2) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Kewajiban laporan ini memungkinkan Dewan Direksi untuk memahami kemajuan operasional dan adanya risiko, serta membuat keputusan dan pengawasan yang tepat. Kelalaian dalam melaksanakan kewajiban laporan dapat menyebabkan direktur dimintai pertanggungjawaban. Kewajiban laporan berkala ini menyediakan basis informasi agar Dewan Direksi selalu mengetahui kondisi operasional dan dapat merespons dengan cepat saat terjadi masalah. Prosedur-prosedur ini merupakan elemen penting yang mendukung operasional yang sehat dan akuntabilitas Dewan Direksi, dan harus dipahami bukan hanya sebagai formalitas, tetapi sebagai persyaratan hukum penting untuk meningkatkan efektivitas tata kelola.

Desain Institusional dan Peran Dewan Direksi Menurut Hukum Perusahaan Jepang

Hukum Perusahaan Jepang mengizinkan desain institusional yang fleksibel sesuai dengan skala dan karakteristik perusahaan, dengan tiga pola utama sebagai berikut. Selain itu, peran dan wewenang dewan direksi juga berbeda tergantung pada desain institusional tersebut.

Perusahaan dengan Penyelenggaraan Auditor (Kansayaku) di Jepang

Salah satu desain institusi yang paling umum di Jepang adalah perusahaan dengan penyelenggaraan auditor (kansayaku), di mana dewan direksi bertanggung jawab atas pengambilan keputusan eksekusi bisnis dan pengawasan pelaksanaan tugas direksi (sesuai dengan Pasal 362 Ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Auditor dipilih dalam rapat umum pemegang saham dan memiliki peran untuk mengaudit pelaksanaan tugas direksi serta akuntan. Auditor memiliki wewenang untuk mengaudit pemenuhan kewajiban kehati-hatian dan kesetiaan direksi, keberadaan pelanggaran terhadap hukum atau anggaran dasar, dan jika diperlukan, berhak melaporkan ke dewan direksi atau mengajukan permintaan penghentian tindakan ilegal. Dengan demikian, fungsi pengawasan dewan direksi diperkuat dan dilengkapi oleh auditor. Di perusahaan yang menyelenggarakan dewan auditor, diperlukan pengangkatan minimal tiga direksi (sesuai dengan Pasal 331 Ayat (5) Undang-Undang Perusahaan Jepang).  

Perusahaan dengan Komite Audit dan Lainnya di Bawah Hukum Jepang

Perusahaan dengan Komite Audit dan Lainnya merupakan desain organisasi yang memperkuat fungsi pengawasan manajemen dengan menempatkan komite audit dan sejenisnya di dalam dewan direksi. Komite ini terdiri dari minimal tiga direktur, dan lebih dari setengah dari mereka harus merupakan direktur eksternal, sesuai dengan Pasal 331 Ayat 6 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang (Japanese Companies Act). Direktur yang merupakan anggota komite audit bertugas untuk mengaudit eksekusi tugas direktur lainnya, membuat laporan audit, serta menentukan usulan yang akan diajukan pada rapat umum pemegang saham terkait dengan penunjukan atau pemberhentian auditor akuntansi (Pasal 399-2 Ayat 3 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang). Direktur yang merupakan anggota komite audit harus menghadiri rapat dewan direksi dan, bila dianggap perlu, menyampaikan pendapatnya (Pasal 399-2 Ayat 3 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang), serta melaporkan tanpa penundaan kepada dewan direksi jika menemukan adanya tindakan tidak terpuji atau pelanggaran lainnya (Pasal 399-4 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang). Sistem ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dalam pengelolaan perusahaan dan memperoleh kepercayaan dari pemegang saham serta investor.  

Perusahaan dengan Komite Penunjukan dan Sejenisnya di Jepang

Perusahaan dengan Komite Penunjukan dan sejenisnya merupakan desain organisasi yang memisahkan fungsi eksekusi dan pengawasan dengan jelas di dalam dewan direksi dengan mendirikan tiga komite: Komite Penunjukan, Komite Audit, dan Komite Remunerasi. Dalam struktur ini, dewan direksi bertanggung jawab atas penetapan kebijakan dasar manajemen dan pengawasan eksekusi tugas oleh para eksekutif, sementara masing-masing direksi pada prinsipnya tidak menjalankan eksekusi tugas (Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 415, Pasal 416) . Eksekusi tugas diserahkan kepada ‘eksekutif’ yang dipilih oleh dewan direksi (Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 402 Ayat 1, Pasal 418) .  

  • Komite Penunjukan menentukan isi usulan pemilihan dan pemberhentian direksi yang akan diajukan ke rapat umum pemegang saham (Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 404 Ayat 1) 。  
  • Komite Audit melakukan audit terhadap eksekusi tugas oleh direksi dan eksekutif serta menyusun laporan audit (Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 404 Ayat 2) 。  
  • Komite Remunerasi menentukan isi remunerasi individu bagi eksekutif dan sejenisnya (Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 404 Ayat 3) 。  

Sistem ini bertujuan untuk memperjelas pemisahan antara kepemilikan dan manajemen serta mencapai transparansi manajemen dan pengambilan keputusan yang cepat 。  

Undang-Undang Perusahaan Jepang memperbolehkan berbagai desain organisasi untuk menyesuaikan dengan kebutuhan beragam perusahaan (ukuran, jenis usaha, kesadaran terhadap tata kelola) dan memberikan fleksibilitas dalam membangun struktur tata kelola perusahaan yang optimal. Sementara perusahaan dengan komisaris audit merupakan desain yang paling tradisional dan mudah diterapkan oleh perusahaan kecil dan menengah, perusahaan dengan komite audit dan sejenisnya serta perusahaan dengan Komite Penunjukan dan sejenisnya telah berkembang untuk meningkatkan transparansi manajemen dan independensi fungsi pengawasan, guna mendapatkan kepercayaan dari perusahaan berskala besar dan investor internasional. Khususnya, pemisahan yang jelas antara kepemilikan dan manajemen dalam perusahaan dengan Komite Penunjukan dan sejenisnya menunjukkan niat yang jelas untuk mewujudkan tata kelola yang lebih objektif dan ketat dengan memfokuskan dewan direksi pada pengawasan, menjauh dari eksekusi tugas. Ini menekankan aspek sistem hukum sebagai pilihan strategis yang memungkinkan perusahaan memilih model tata kelola yang paling sesuai dengan karakteristiknya sendiri.

Berikut ini adalah tabel yang merangkum karakteristik dewan direksi dalam berbagai desain organisasi.

Desain OrganisasiPeran Utama Dewan DireksiKomposisi & Karakteristik Organ PengawasDasar Hukum Undang-Undang Perusahaan
Perusahaan dengan Komisaris AuditPengambilan keputusan eksekusi tugas, pengawasan eksekusi tugas direksi, pemilihan dan pemberhentian direksi perwakilanKomisaris Audit (dipilih dalam rapat umum pemegang saham, mengaudit eksekusi tugas direksi)Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 327 Ayat 1, Pasal 331 Ayat 5, Pasal 362 Ayat 1, Ayat 2, Pasal 355, Pasal 365, Pasal 330, Hukum Sipil Pasal 644, Pasal 357, Pasal 363 Ayat 2, Pasal 366, Pasal 368, Pasal 369  
Perusahaan dengan Komite Audit dan SejenisnyaPengambilan keputusan eksekusi tugas, pengawasan eksekusi tugas direksi eksekutif, pemilihan dan pemberhentian direksi perwakilanKomite Audit dan Sejenisnya (terdiri dari minimal 3 direksi, mayoritas adalah direksi eksternal. Mengaudit eksekusi tugas direksi)Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 327 Ayat 1, Pasal 331 Ayat 6, Pasal 362 Ayat 1, Ayat 2, Pasal 399-2, Pasal 399-4  
Perusahaan dengan Komite Penunjukan dan SejenisnyaPenetapan kebijakan dasar manajemen, pengawasan eksekusi tugas eksekutifKomite Penunjukan, Komite Audit, Komite Remunerasi (terdiri dari minimal 3 direksi, mayoritas adalah direksi eksternal. Eksekusi tugas ditangani oleh eksekutif)Undang-Undang Perusahaan Jepang Pasal 327 Ayat 1, Pasal 402, Pasal 404, Pasal 415, Pasal 416, Pasal 418  

Kesimpulan

Dewan Direksi dalam Hukum Perusahaan Jepang merupakan lembaga yang sangat penting untuk mendukung manajemen yang sehat dan pertumbuhan berkelanjutan perusahaan. Peranannya sangat beragam, mulai dari pengambilan keputusan eksekusi bisnis yang penting, pengawasan pelaksanaan tugas direksi, hingga pemilihan Direktur Perwakilan. Hukum Perusahaan Jepang menetapkan prosedur rinci, kewajiban yang harus dipenuhi oleh direksi, dan prinsip-prinsip tanggung jawab yang berkaitan dengan peran tersebut. Selain itu, yurisprudensi terkait prinsip pengambilan keputusan manajemen dan kewajiban pengawasan menunjukkan bahwa hukum menekankan keseimbangan antara mengejar tanggung jawab direksi dan menghormati kebebasan dalam manajemen. Berbagai desain lembaga seperti perusahaan dengan dewan audit, perusahaan dengan komite audit, dan perusahaan dengan komite nominasi memungkinkan pembangunan sistem tata kelola perusahaan yang optimal sesuai dengan skala dan karakteristik perusahaan, membentuk dasar bagi perusahaan Jepang untuk terus menjadi entitas yang dipercaya di masyarakat internasional. Jelas bahwa peran dewan direksi tidak hanya terbatas pada pemenuhan kewajiban hukum, tetapi juga merupakan elemen strategis untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan perusahaan dan kepercayaan internasional.

Monolith Law Office memiliki pengetahuan mendalam dan rekam jejak yang kaya dalam Hukum Perusahaan Jepang, khususnya dalam tata kelola perusahaan. Kami menyediakan berbagai dukungan, mulai dari pemilihan desain lembaga perusahaan, nasihat hukum terkait operasional dewan direksi, manajemen risiko yang berkaitan dengan tanggung jawab direksi, hingga masalah hukum yang kompleks yang muncul dari M&A dan restrukturisasi bisnis.

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas