MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

General Corporate

Konsep dan Persyaratan Serikat Pekerja dalam Hukum Ketenagakerjaan Jepang

General Corporate

Konsep dan Persyaratan Serikat Pekerja dalam Hukum Ketenagakerjaan Jepang

Dalam pengelolaan perusahaan, hubungan dengan pekerja merupakan elemen yang sangat penting. Khususnya, pemahaman hukum terkait serikat pekerja adalah hal yang esensial ketika mengembangkan bisnis di Jepang. Hak berserikat, hak untuk negosiasi kolektif, dan hak untuk melakukan aksi kolektif bukan hanya sekedar ketentuan hukum, tetapi juga merupakan hak dasar yang dijamin oleh Pasal 28 Konstitusi Jepang. Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang mengkonkretkan jaminan konstitusional ini dan menetapkan aturan hubungan industrial, dengan tujuan untuk mendorong negosiasi yang setara antara pekerja dan pengguna tenaga kerja serta untuk meningkatkan status pekerja. Serikat pekerja adalah organisasi yang dibentuk oleh pekerja secara mandiri dengan tujuan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi kerja serta meningkatkan status ekonomi mereka. Bagi para pengelola perusahaan dan praktisi hukum, memahami konsep serikat pekerja dengan akurat adalah langkah pertama dalam membangun hubungan industrial yang sehat dan mencegah konflik hukum sebelum terjadi. Lebih penting lagi adalah memahami kriteria ketat mana yang memenuhi syarat sebagai ‘serikat pekerja’ secara hukum dan mendapatkan perlindungan hukum. Negosiasi dengan organisasi yang tidak memenuhi syarat sebagai ‘serikat pekerja yang sesuai dengan hukum’ memiliki implikasi hukum yang sangat berbeda. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci tentang konsep dasar serikat pekerja dalam hukum ketenagakerjaan Jepang, berbagai bentuk dan jenisnya, serta kriteria hukum yang paling penting untuk diakui sebagai ‘serikat pekerja yang sesuai dengan hukum’, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang spesifik dan kasus hukum yang relevan.  

Konsep Dasar Serikat Pekerja di Jepang

Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang memberikan definisi yang jelas mengenai “serikat pekerja” dan “pekerja” sebagai anggotanya, yang menjadi subjek perlindungan hukum. Memahami definisi ini merupakan dasar penting dalam mempertimbangkan semua masalah hukum yang berkaitan dengan serikat pekerja.

Pertama, Pasal 2 Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang mendefinisikan “serikat pekerja” sebagai “organisasi atau federasi yang dibentuk oleh pekerja sebagai subjek utama dengan tujuan utama untuk secara mandiri memelihara dan meningkatkan kondisi kerja serta status ekonomi lainnya”. Definisi ini mengandung tiga elemen penting. Pertama, serikat pekerja harus “dipimpin oleh pekerja”, yang berarti organisasi tersebut harus independen dari intervensi atau kontrol pemberi kerja. Kedua, organisasi tersebut harus dibentuk “secara mandiri”. Pembentukan dan pengoperasian serikat harus didasarkan pada kehendak bebas pekerja. Ketiga, “tujuan utama” dari serikat tersebut adalah pemeliharaan dan peningkatan kondisi kerja serta peningkatan status ekonomi.

Selanjutnya, Pasal 3 dari undang-undang yang sama mendefinisikan “pekerja” sebagai “orang yang hidup dari gaji, upah, atau pendapatan lain yang setara, tanpa memandang jenis pekerjaannya”. Definisi ini sangat luas dan tidak terbatas pada bentuk pekerjaan tertentu. Oleh karena itu, tidak hanya pekerja tetap, tetapi juga pekerja kontrak, pekerja paruh waktu, dan pekerja lepas termasuk dalam definisi “pekerja” menurut hukum ini. Hal ini merupakan aspek yang memerlukan perhatian khusus dalam manajemen perusahaan modern yang memanfaatkan berbagai bentuk pekerjaan. Hak untuk membentuk serikat pekerja dan kelayakan untuk bergabung diberikan secara setara kepada pekerja non-reguler. Oleh karena itu, manajemen perusahaan mungkin memiliki kewajiban hukum untuk merespons dengan tulus terhadap permintaan negosiasi kolektif dari serikat pekerja yang dibentuk oleh pekerja non-reguler. Definisi pekerja yang luas ini menunjukkan bahwa cakupan kewajiban hukum perusahaan dalam hubungannya dengan serikat pekerja mungkin lebih luas daripada yang umumnya dipertimbangkan.

Bentuk dan Jenis Serikat Pekerja di Jepang

Serikat pekerja di Jepang dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bentuk berdasarkan lingkup organisasi dan kualifikasi anggotanya. Menghadapi berbagai bentuk serikat pekerja berarti berhadapan dengan subjek dan isu negosiasi yang berbeda-beda, sehingga penting untuk memahami karakteristik masing-masing.

Bentuk yang paling umum adalah ‘serikat pekerja perusahaan’. Ini adalah serikat pekerja yang diorganisir oleh para pekerja yang dipekerjakan oleh perusahaan tertentu, tanpa memandang jenis pekerjaan atau kualifikasi mereka. Mayoritas serikat pekerja di Jepang mengambil bentuk ini, dan negosiasinya cenderung berkaitan erat dengan kondisi manajemen dan situasi internal perusahaan yang bersangkutan. Karena kepentingan perusahaan dan anggota serikat pekerja yang merupakan karyawan cenderung sejalan hingga batas tertentu, seringkali terjadi bahwa kedua belah pihak, sebagai ‘komunitas nasib bersama’, mencari solusi praktis.

Selanjutnya, ada ‘serikat pekerja industri’. Ini adalah serikat pekerja yang diorganisir oleh pekerja dari industri yang sama, seperti baja, otomotif, atau kimia, melampaui batas perusahaan. Tujuan serikat pekerja industri adalah untuk menormalkan dan meningkatkan kondisi kerja di seluruh industri tertentu. Oleh karena itu, negosiasi dapat dilakukan berdasarkan tren industri secara keseluruhan, bukan hanya kondisi keuangan perusahaan tertentu.

‘Serikat pekerja profesi’ terdiri dari pekerja dengan jenis pekerjaan atau keahlian khusus yang sama, seperti pilot, perawat, atau pekerja percetakan, yang diorganisir tanpa memandang perusahaan tempat mereka bekerja. Serikat ini berfokus pada aktivitas seperti pemeliharaan dan peningkatan kondisi kerja yang unik untuk profesi tertentu, sistem kualifikasi, dan tingkat upah sesuai dengan keahlian.

Terakhir, ada bentuk yang disebut ‘serikat pekerja umum’ atau ‘serikat pekerja gabungan’. Ini adalah serikat pekerja yang dapat diikuti oleh pekerja di area tertentu tanpa memandang perusahaan, industri, atau profesi. Ini memainkan peran penting sebagai tempat bagi pekerja perusahaan kecil dan menengah yang tidak memiliki serikat pekerja di perusahaan mereka sendiri, atau bagi pekerja yang menghadapi masalah kerja individu seperti pemecatan. Serikat pekerja gabungan, sebagai organisasi eksternal perusahaan, sering kali mendadak mengajukan negosiasi kolektif terkait masalah karyawan tertentu, yang dapat menjadi keberadaan yang sulit diprediksi bagi pengusaha.

Bentuk-bentuk serikat pekerja ini masing-masing memiliki implikasi strategis yang berbeda. Sementara hubungan dengan serikat pekerja perusahaan mungkin memiliki aspek kemitraan jangka panjang, hubungan dengan serikat pekerja gabungan cenderung terfokus pada penyelesaian konflik yang spesifik dan individual, dengan sifat yang sangat berbeda.

Perbandingan Jenis Serikat Pekerja di Jepang

Jenis SerikatLingkup AnggotaKarakteristik Utama dan Implikasi bagi Manajemen
Serikat Pekerja PerusahaanKaryawan dari perusahaan tertentuMerupakan arus utama di Jepang. Negosiasi cenderung dilakukan sesuai dengan situasi internal perusahaan. Hubungan industrial seringkali dianggap sebagai ‘komunitas nasib bersama’, memudahkan pencarian solusi realistis.
Serikat Pekerja IndustriPekerja dalam industri yang sama (lintas perusahaan)Menuntut standar seragam untuk seluruh industri. Dapat mengajukan tuntutan yang melebihi kondisi keuangan perusahaan tunggal.
Serikat Pekerja ProfesiPekerja dalam profesi yang sama (lintas perusahaan)Fokus pada pemeliharaan dan peningkatan kondisi kerja serta sistem kualifikasi sebagai profesi. Negosiasi diperlukan dengan kelompok profesi tertentu.
Serikat Pekerja Umum/KonfederasiTidak terbatas pada perusahaan, industri, atau profesi tertentuAnggotanya meliputi pekerja dari perusahaan kecil dan menengah atau individu yang bergabung secara pribadi. Dapat mendatangkan negosiasi kolektif terkait masalah kerja individu secara tiba-tiba dari luar.

Persyaratan untuk Serikat Pekerja yang Sesuai dengan Hukum Jepang

Untuk menikmati perlindungan yang komprehensif di bawah Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang, seperti pemulihan dari tindakan buruh yang tidak adil dan kekuatan normatif dari perjanjian kerja bersama, suatu organisasi harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh hukum sebagai ‘serikat pekerja yang sesuai dengan hukum’. Persyaratan ini dibagi menjadi dua kategori besar: ‘persyaratan substantif’ yang ditetapkan dalam Pasal 2 dan ‘persyaratan formal’ yang ditetapkan dalam Pasal 5 dari undang-undang yang sama.

Persyaratan Substansial: Otonomi dan Tujuan (Pasal 2 Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang)

Persyaratan substansial berkaitan dengan esensi dari serikat pekerja, yang terutama dinilai berdasarkan ‘otonomi’ dan ‘tujuan’nya. Pasal 2 Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang menuntut, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa serikat pekerja harus terorganisir secara otonom oleh para pekerja dan memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kondisi kerja.  

Lebih lanjut, pengecualian dalam pasal yang sama secara spesifik menguraikan ‘persyaratan negatif’ yang membuat suatu entitas tidak diakui sebagai serikat pekerja yang sesuai dengan hukum. Jika suatu entitas memenuhi salah satu dari persyaratan negatif ini, maka entitas tersebut kehilangan kelayakan untuk mendapatkan perlindungan hukum.

Pertama, entitas yang memperbolehkan partisipasi individu yang mewakili kepentingan pengusaha tidak akan diakui sebagai serikat pekerja. Ini termasuk para eksekutif atau orang-orang yang memiliki wewenang langsung atas perekrutan, pemecatan, dan promosi. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah pengaruh pengusaha terhadap pengambilan keputusan serikat dan untuk memastikan independensi serikat.  

Kedua, secara prinsip, entitas yang menerima bantuan keuangan untuk biaya operasional dari pengusaha tidak akan diakui sebagai serikat pekerja. Larangan ‘bantuan biaya’ ini adalah ketentuan penting yang mendukung otonomi serikat dari dasar. Namun, hukum mengakui beberapa pengecualian. Misalnya, negosiasi antara pekerja dengan pengusaha tanpa kehilangan upah selama jam kerja, sumbangan pengusaha ke dana kesejahteraan atau dana kesejahteraan, dan ‘penyediaan kantor dengan ukuran minimal’ tidak dianggap sebagai bantuan biaya yang dilarang. Interpretasi ketentuan ini sering menjadi titik perdebatan, seperti dalam kasus North Port Taxi (Putusan Pengadilan Distrik Osaka, 4 Februari 1982) di mana pembayaran gaji kepada anggota serikat yang berdedikasi penuh pada kegiatan serikat menjadi masalah. Dalam kasus IBM Jepang (Perintah Komisi Tenaga Kerja Tokyo, 27 Maret 2001), meskipun perusahaan telah menanggung sewa kantor serikat selama bertahun-tahun, hal itu tidak dianggap menghilangkan otonomi serikat. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa jika fasilitas yang diberikan oleh pengusaha telah menjadi kebiasaan, penghentian sepihak oleh perusahaan dapat dianggap sebagai intervensi dalam operasi serikat dan berisiko dianggap sebagai tindakan buruh yang tidak adil. Oleh karena itu, keputusan awal tentang penyediaan fasilitas dapat menjadi keputusan manajemen yang penting yang mendefinisikan hubungan industrial di masa depan.  

Ketiga, entitas yang tujuan utamanya adalah untuk menjalankan bisnis asuransi atau kesejahteraan tidak akan diakui sebagai serikat pekerja.  

Keempat, entitas yang tujuan utamanya adalah untuk melakukan aktivitas politik atau sosial juga tidak termasuk dalam perlindungan Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang.  

Persyaratan Formal: Anggaran Dasar Serikat Pekerja (Pasal 5 Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang)

Selain memenuhi persyaratan substantif, serikat pekerja yang sesuai dengan hukum harus memenuhi “persyaratan formal” untuk menjamin demokrasi dalam pengelolaan organisasinya. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang menetapkan hal-hal yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar serikat pekerja. Jika ketentuan-ketentuan ini tidak termasuk, serikat tersebut tidak akan memperoleh kualifikasi untuk berpartisipasi dalam prosedur yang ditetapkan oleh undang-undang tersebut, seperti pengajuan permohonan bantuan ke Komisi Hubungan Industrial.  

Hal-hal yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar adalah sebagai berikut:  

  1. Nama
  2. Lokasi kantor pusat utama
  3. Hak anggota serikat untuk berpartisipasi dalam semua masalah serikat dan menerima perlakuan yang sama
  4. Tidak ada orang yang kehilangan kualifikasi menjadi anggota serikat karena ras, agama, jenis kelamin, asal-usul sosial, atau status
  5. Pemilihan pejabat serikat dilakukan melalui pemungutan suara langsung dan rahasia oleh anggota serikat (dalam kasus serikat gabungan, juga mungkin dilakukan oleh delegasi yang dipilih melalui pemungutan suara langsung dan rahasia oleh anggota serikat unit)
  6. Rapat umum diadakan setidaknya sekali setahun
  7. Laporan keuangan diterbitkan kepada anggota serikat setidaknya sekali setahun, disertai dengan sertifikat dari auditor yang memiliki kualifikasi profesional
  8. Pemogokan aliansi (pemogokan) tidak dapat dimulai tanpa keputusan yang diambil oleh mayoritas suara langsung dan rahasia anggota serikat
  9. Perubahan anggaran dasar harus mendapatkan dukungan mayoritas melalui pemungutan suara langsung dan rahasia oleh anggota serikat

Ketentuan-ketentuan ini tidak hanya menjamin demokrasi internal dalam serikat, tetapi juga menjadi standar hukum objektif untuk menilai legitimasi tindakan serikat dari perspektif manajemen. Misalnya, ketika serikat mengumumkan pemogokan, sangat penting untuk memeriksa apakah proses pengambilan keputusan tersebut telah mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam anggaran dasar (dan dengan demikian Pasal 5 Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang), yaitu keputusan mayoritas melalui pemungutan suara langsung dan rahasia anggota serikat. Anggaran dasar serikat merupakan dokumen penting untuk penilaian risiko dalam manajemen hukum dan tenaga kerja perusahaan.

Kesimpulan

Seperti yang telah diuraikan dalam artikel ini, pemahaman mengenai serikat pekerja dalam hukum ketenagakerjaan Jepang tidak cukup hanya dengan mengakui keberadaannya saja. Penting untuk memahami karakteristik dari berbagai bentuk serikat pekerja, seperti serikat pekerja perusahaan dan serikat pekerja industri, serta memahami tujuan strategis yang mereka miliki untuk mengelola hubungan industrial yang efektif. Terutama penting untuk memahami secara akurat persyaratan substantif dan formal untuk menentukan apakah suatu kelompok adalah ‘serikat pekerja yang sesuai dengan hukum’ yang memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan luas di bawah Undang-Undang Serikat Pekerja Jepang. Pemeliharaan otonomi, terutama penilaian hukum yang halus mengenai bantuan biaya, dan prosedur operasional demokratis yang harus ditetapkan dalam anggaran dasar, sering kali menjadi titik pusat dalam konflik antara pekerja dan pengusaha. Pengetahuan hukum ini bukanlah senjata untuk konflik, melainkan dasar yang penting untuk membangun hubungan industrial yang stabil, dapat diprediksi, dan yang terpenting, sesuai dengan hukum.

Kantor Hukum Monolith memiliki rekam jejak yang luas dalam menyediakan layanan hukum kepada banyak perusahaan klien di dalam negeri terkait dengan kasus-kasus kompleks yang melibatkan hukum ketenagakerjaan Jepang. Kantor kami tidak hanya memiliki pengacara yang berkualifikasi di Jepang, tetapi juga memiliki pengacara dengan kualifikasi dari negara lain, serta beberapa ahli hukum yang berbahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Hal ini memungkinkan kami untuk memberikan dukungan hukum yang tepat dan komprehensif tanpa hambatan bahasa dan budaya terhadap tantangan yang dihadapi oleh perusahaan yang melakukan ekspansi bisnis internasional, khususnya terkait dengan regulasi ketenagakerjaan khas Jepang dan praktik hubungan kerja. Jika Anda memerlukan bantuan terkait dengan serikat pekerja, negosiasi perjanjian kerja, atau konsultasi lainnya mengenai ketenagakerjaan, silakan hubungi Kantor Hukum Monolith.

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas