MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

Internet

Apakah Menampilkan Foto Orang Tanpa Izin Bisa Menjadi Tindak Pidana? Penjelasan Mengenai Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Diambil

Internet

Apakah Menampilkan Foto Orang Tanpa Izin Bisa Menjadi Tindak Pidana? Penjelasan Mengenai Langkah-Langkah Hukum yang Dapat Diambil

Belakangan ini, siapa saja dapat dengan mudah mengunggah foto atau video ke SNS. Namun, kemudahan tersebut terkadang menyebabkan orang mengunggah foto orang lain tanpa izin.

Jika Anda menemukan foto Anda diunggah di SNS tanpa sepengetahuan Anda, tidak perlu merasa tak berdaya.

Artikel ini akan menjelaskan bahwa tindakan mengunggah foto orang lain ke SNS tanpa izin dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ‘hak cipta potret’, yang merupakan tindakan ilegal. Selain itu, kami akan menjelaskan secara detail tentang ‘hak cipta potret’, ‘hak privasi’, dan ‘hak publisitas’, serta memperkenalkan langkah-langkah hukum yang dapat diambil jika foto Anda digunakan tanpa izin, dengan menyertakan contoh dan kasus hukum yang relevan.

Apakah Menjadi Kejahatan Jika Mengunggah Foto Orang Lain di SNS Tanpa Izin?

Apakah Menjadi Kejahatan Jika Mengunggah Foto Orang Lain di SNS Tanpa Izin?

Untuk menjawab pertanyaan ini, mengunggah foto orang lain di SNS tanpa izin tidak langsung dianggap sebagai pelanggaran hak cipta potret. Hak cipta potret adalah hak individu untuk mengontrol penggunaan potret mereka sendiri, namun pelanggaran hak cipta potret tidak termasuk dalam kejahatan menurut hukum pidana Jepang.

Oleh karena itu, meskipun Anda mengunggah foto orang lain di SNS tanpa izin, Anda tidak akan langsung ditangkap atau dikenakan denda hanya karena itu. Namun, jika pengunggahan foto disertai dengan tindakan berikut, ada kemungkinan Anda akan dianggap melakukan kejahatan:

  • Kejahatan Pencemaran Nama Baik: Jika Anda menambahkan informasi palsu yang dapat menurunkan reputasi sosial orang yang ada di foto tersebut.
  • Kejahatan Penghinaan: Jika Anda menambahkan kata-kata yang menghina martabat orang yang ada di foto tersebut.

Jika Anda dinyatakan bersalah atas kejahatan tersebut, Anda tidak hanya dapat dijatuhi hukuman pidana berupa penjara atau denda, tetapi juga berpotensi menghadapi tuntutan ganti rugi dalam gugatan sipil.

Tiga Hak Terkait Penggunaan Foto Orang Tanpa Izin

Di era modern di mana posting foto di media sosial telah menjadi kebiasaan, mengunggah foto orang lain tanpa izin dapat berkembang menjadi masalah yang tidak terduga.

Khususnya, ada kemungkinan melanggar tiga hak: hak citra, hak privasi, dan hak publisitas, yang seringkali menimbulkan tanggung jawab hukum. Kami akan menjelaskan lebih lanjut tentang hak-hak ini.

Hak Citra

Hak citra adalah hak untuk tidak diambil foto, digunakan, atau dipublikasikan oleh orang lain tanpa izin. Hak ini juga dapat dilindungi sebagai bagian dari hak privasi.

Hak citra diinterpretasikan sebagai bagian dari “hak untuk mengejar kebahagiaan” dan “hak pribadi” yang dijamin oleh konstitusi, dan meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, hak ini diakui secara hukum melalui yurisprudensi sebagai hak yang harus dilindungi.

Hak citra adalah hak penting untuk melindungi martabat dan privasi individu, dan tindakan mengambil foto orang lain tanpa izin atau mempostingnya di media sosial dapat melanggar hak citra. Pertimbangan terhadap hak citra adalah elemen penting dalam membangun hubungan interpersonal yang harmonis.

Hak Privasi

Hak privasi adalah hak untuk tidak mempublikasikan hal-hal pribadi kepada orang lain tanpa izin, dan hak untuk mengelola dan mengontrol informasi tentang diri sendiri.

Secara spesifik, hak ini mencakup:

  • Hak untuk menjaga kerahasiaan kehidupan pribadi: Hak untuk tidak mempublikasikan informasi tentang kehidupan pribadi seseorang (seperti nama, alamat, komposisi keluarga, hubungan sosial, riwayat kesehatan, dll.) tanpa persetujuan orang tersebut.
  • Hak untuk mengontrol informasi pribadi: Hak untuk menentukan bagaimana informasi pribadi seseorang dikumpulkan, digunakan, dan diungkapkan.
  • Hak untuk menjaga kesendirian dan ketenangan: Hak untuk memiliki waktu dan ruang sendiri tanpa gangguan dari orang lain.

Hak privasi adalah hak penting untuk melindungi martabat dan kepribadian individu, dan diinterpretasikan sebagai bagian dari “hak untuk mengejar kebahagiaan” yang dijamin oleh konstitusi.

Dalam masyarakat modern, dengan penyebaran internet dan media sosial, pengelolaan informasi pribadi menjadi semakin penting. Menghormati hak privasi dan melakukan manajemen informasi yang tepat adalah masalah penting tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan.

Hak Publisitas

Hak publisitas adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari penggunaan popularitas atau ketenaran seseorang, seperti selebriti, atlet, dan lainnya, yang terkait dengan penampilan atau nama mereka. Secara spesifik, hak ini mencakup:

  • Hak untuk mengontrol penggunaan komersial citra: Hak untuk menentukan cara dan lingkup penggunaan foto atau nama seseorang dalam produk atau iklan.
  • Hak untuk mencegah penggunaan citra secara tidak sah: Hak untuk mencegah penggunaan foto atau nama seseorang secara komersial tanpa izin.
  • Hak untuk melindungi nilai citra: Hak untuk melindungi nilai komersial dari foto atau nama seseorang.

Hak publisitas umumnya diakui bagi orang-orang yang citranya memiliki nilai ekonomi, seperti selebriti dan tokoh terkenal. Bagi masyarakat umum, hak publisitas biasanya tidak diakui, dan masalah penggunaan foto tanpa izin lebih berfokus pada hak citra dan hak privasi.

Misalnya, tindakan menggunakan kedatangan selebriti tanpa izin sebagai promosi atau menggunakan foto selebriti secara sembarangan pada kemasan produk dapat melanggar hak publisitas.

Hak publisitas memainkan peran penting dalam melindungi aktivitas ekonomi orang-orang terkenal. Untuk informasi lebih lanjut tentang hak publisitas, Anda dapat mengunjungi halaman berikut.

Artikel terkait: Apa itu Hak Publisitas? Perbedaan dengan Hak Citra dan Situasi yang Menjadi Pelanggaran Hak[ja]

Empat Kriteria Pelanggaran Hak atas Penggunaan Foto Tanpa Izin

Empat Kriteria Pelanggaran Hak atas Penggunaan Foto Tanpa Izin

Hak atas citra tidak diatur secara eksplisit dalam undang-undang, sehingga tidak ada kriteria penilaian yang jelas.

Namun, berdasarkan putusan pengadilan di masa lalu, umumnya terdapat empat kriteria yang sering dijadikan acuan dalam kasus-kasus pelanggaran hak atas penggunaan foto tanpa izin.

Apakah Foto yang Diambil Dapat Mengidentifikasi Individu

Ketika mempublikasikan foto atau video yang telah diambil, kemampuan untuk mengidentifikasi orang yang tergambar menjadi salah satu kriteria penilaian pelanggaran hak cipta potret. Jika wajah terfokus dengan jelas dan dapat dikenali, atau jika seseorang terlihat secara signifikan sebagai subjek utama dalam foto atau video, maka ada kemungkinan pelanggaran hak cipta potret.

Meskipun telah dilakukan pengeditan seperti penambahan mozaik, jika individu masih dapat diidentifikasi dari foto yang diambil, maka pelanggaran hak cipta potret masih mungkin terjadi.

Di sisi lain, jika gambaran seseorang kecil dan tidak fokus, atau jika mereka tercampur dalam kerumunan sehingga tidak dapat diidentifikasi sebagai individu, maka hal tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta potret. Hal yang sama berlaku jika seseorang secara tidak sengaja tertangkap kamera dan tidak dapat diidentifikasi sebagai individu.

Tingkat Penyebaran Informasi yang Dipublikasikan

Tingkat penyebaran tempat di mana foto atau video dipublikasikan juga menjadi salah satu kriteria penilaian pelanggaran hak citra.

Apabila foto atau video diposting tanpa izin di tempat yang dapat diakses oleh banyak orang, seperti X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) atau Instagram, atau di forum internet, maka tingkat penyebarannya dianggap tinggi. Hal ini meningkatkan kemungkinan diakuinya pelanggaran hak citra.

Di sisi lain, menunjukkan foto atau video yang ada di smartphone kepada teman, atau memperlihatkannya kepada keluarga dan teman dekat dalam jumlah yang sedikit, dianggap memiliki tingkat penyebaran yang rendah dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak citra. Publikasi di SNS yang dapat diakses oleh semua orang memiliki tingkat penyebaran yang sangat tinggi, sehingga pelanggaran hak citra lebih mudah terjadi.

Apakah Lokasi Pengambilan Gambar Merupakan Tempat Umum

Apakah lokasi pengambilan gambar merupakan tempat umum atau area pribadi menjadi elemen penting dalam penilaian pelanggaran hak citra dan sejenisnya.

Jika pengambilan gambar dilakukan di area pribadi seperti rumah pribadi, kamar hotel, ruang perawatan di rumah sakit, atau tempat pemakaman, kemungkinan dianggap sebagai pelanggaran hak citra menjadi lebih tinggi. Area-area tersebut merupakan ruang yang seharusnya melindungi privasi individu secara ketat, dan pengambilan gambar tanpa izin dapat dianggap sebagai tindakan yang merusak martabat pribadi.

Di sisi lain, jika pengambilan gambar dilakukan di tempat umum seperti jalan, taman, atau lokasi acara yang dapat diakses oleh banyak orang secara bebas, kemungkinan pelanggaran hak citra tidak diakui menjadi lebih tinggi. Hal ini karena tempat-tempat tersebut pada dasarnya adalah ruang yang memiliki kemungkinan tinggi untuk terlihat oleh orang lain.

Apakah lokasi pengambilan gambar merupakan tempat umum atau area pribadi memang menjadi elemen penting dalam penilaian pelanggaran hak, namun hal tersebut bukan satu-satunya faktor penentu. Situasi pengambilan gambar dan metode publikasi foto juga dipertimbangkan secara komprehensif dalam penilaian.

Apakah Termasuk Pengambilan Gambar atau Publikasi Tanpa Izin

Hak atas potret adalah hak untuk mencegah pengambilan gambar atau publikasi wajah seseorang tanpa izin. Oleh karena itu, jika foto atau video dipublikasikan tanpa izin dari orang yang bersangkutan, hal tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hak atas potret. Namun, jika telah mendapatkan izin pengambilan gambar dan publikasi dari orang tersebut sebelumnya, maka tidak akan dianggap sebagai pelanggaran hak atas potret.

Pengambilan gambar dan publikasi adalah dua tindakan yang berbeda, dan penting untuk mendapatkan izin untuk masing-masing tindakan tersebut.

Misalnya, jika seseorang memberikan izin untuk pengambilan gambar tetapi tidak untuk publikasi, maka publikasi tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hak atas potret saat foto atau video tersebut dipublikasikan.

“Saya memberikan izin untuk pengambilan gambar, tetapi tidak menyangka akan dipublikasikan,” kasus seperti ini juga termasuk pelanggaran hak atas potret. Izin untuk pengambilan gambar dan izin untuk publikasi adalah dua hal yang berbeda, dan bahkan jika tidak ada niat untuk mempublikasikan saat pengambilan gambar, izin harus diperoleh kembali jika ingin mempublikasikan di kemudian hari.

Namun, dalam situasi seperti kompetisi olahraga di mana pengambilan gambar dapat diantisipasi, jika orang tersebut berpartisipasi dalam pengambilan gambar atau tidak menolak saat diambil gambarnya, dapat diinterpretasikan bahwa ia telah memberikan persetujuan secara implisit. Dalam kasus seperti ini, mungkin tidak dianggap sebagai pelanggaran hak atas potret.

Untuk menghindari pelanggaran hak atas potret, penting untuk mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari orang yang bersangkutan untuk kedua tindakan, pengambilan gambar dan publikasi.

Kasus dan Preseden Publikasi Foto Tanpa Izin

Dalam beberapa tahun terakhir, masalah penggunaan foto dan video tanpa izin di media sosial seperti X (bekas Twitter) dan Instagram meningkat secara drastis. Kami akan memperkenalkan kasus dan preseden di mana klaim penggugat diterima di pengadilan.

Kasus di X (bekas Twitter) di mana ganti rugi diakui

Di X (bekas Twitter), terjadi sebuah insiden di mana foto yang diambil secara pribadi dalam keadaan terikat direproduksi tanpa izin dan diposting tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.

Dalam kasus ini, penggugat mengklaim bahwa hak cipta, hak citra, dan hak privasi mereka telah dilanggar. Pengadilan mengakui klaim korban dan memerintahkan pelaku untuk membayar ganti rugi total 471.500 yen karena pelanggaran hak privasi dan lainnya (Pengadilan Distrik Tokyo, 27 September 2018 (Heisei 30) putusan[ja]).

Putusan ini menunjukkan bahwa penggunaan foto dan video tanpa izin di media sosial seperti X (bekas Twitter) dapat menimbulkan tanggung jawab hukum sebagai pelanggaran hak citra dan privasi.

Kasus di X (bekas Twitter) di mana permintaan pengungkapan informasi diakui

Pengadilan Distrik Niigata telah memberikan putusan menarik terkait permintaan pengungkapan informasi di X (bekas Twitter) (Pengadilan Distrik Niigata, 30 September 2016 (Heisei 28) putusan[ja]).

Dalam kasus ini, foto anak dari pasangan penggugat diposting di X (bekas Twitter) tanpa izin dengan konten yang tidak benar. Pasangan penggugat meminta X (bekas Twitter) untuk mengungkapkan alamat IP pengunggah, dan berdasarkan informasi tersebut, mereka meminta penyedia layanan internet untuk mengungkapkan informasi pengunggah.

Pengadilan menyatakan bahwa “pelanggaran hak citra jelas terjadi” dan memerintahkan penyedia layanan internet untuk mengungkapkan informasi pengunggah. Putusan ini menjadi bahan pertimbangan penting saat mengambil tindakan hukum terhadap pelanggaran hak citra di media sosial seperti X (bekas Twitter).

Pelanggaran Hak Citra di Instagram, YouTube, dan Lainnya

Pelanggaran hak citra juga dapat terjadi di berbagai media lainnya.

Di Instagram, kasus di mana foto wajah diposting tanpa izin terus terjadi. Khususnya, sering terlihat kasus di mana foto yang dipublikasikan oleh orang tersebut direproduksi tanpa izin. Untuk mencegah penggunaan foto wajah Anda tanpa izin, penting untuk meninjau pengaturan privasi Instagram dan mengambil langkah-langkah yang tepat.

Demikian pula, di YouTube, blog, dan forum diskusi, terdapat kasus di mana video yang menampilkan wajah seseorang diunggah tanpa izin. Wajah dan penampilan seseorang biasanya merupakan informasi pribadi yang tidak ingin dilihat oleh banyak orang, sehingga tindakan mempublikasikannya tanpa izin merupakan pelanggaran hak citra.

Tanggung Jawab Hukum Ketika Memuat Foto Orang Tanpa Izin

Jika foto Anda dipublikasikan tanpa izin, Anda dapat menuntut tanggung jawab hukum dari pihak yang mempostingnya. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci tentang tindakan hukum yang dapat diambil terhadap pemuatan foto tanpa izin di SNS dan lainnya.

Permohonan Perintah Penyitaan Sementara

Ketika foto yang diambil tanpa izin dipublikasikan di internet, tindakan cepat diperlukan. Dalam kasus seperti ini, Anda dapat menggunakan prosedur hukum dengan mengajukan permohonan perintah penyitaan sementara. Perintah penyitaan sementara adalah keputusan pengadilan yang menetapkan hubungan hak secara sementara dalam kasus yang memerlukan tindakan darurat, sebelum persidangan utama (seperti gugatan klaim kerugian) dimulai.

Dalam kasus pelanggaran hak citra, publikasi foto di internet dapat menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Dengan mengajukan permohonan perintah penyitaan sementara, Anda dapat meminta pengadilan untuk menghentikan publikasi foto sebelum keputusan persidangan utama dikeluarkan.

Tuntutan Ganti Rugi dan Uang Duka atas Tanggung Jawab Sipil

Jika Anda mengalami pelanggaran hak citra karena foto Anda dipublikasikan di internet, Anda dapat menuntut tanggung jawab sipil dari pihak yang memposting dan meminta ganti rugi, termasuk uang duka.

Kerugian akibat pelanggaran hak citra umumnya dituntut sebagai ‘uang duka’ untuk penderitaan mental. Jumlah uang duka bervariasi tergantung pada tingkat pelanggaran dan tingkat penderitaan mental, namun umumnya berkisar antara beberapa puluh ribu hingga beberapa ratus ribu yen. Jika publikasi foto disertai dengan fitnah atau konten yang menghina, jumlah uang duka dapat meningkat secara signifikan.

Jika Disertai Fitnah, Penuntutan Tanggung Jawab Pidana Juga Mungkin

Pemuatan foto tanpa izin di SNS tidak hanya merupakan masalah sipil karena pelanggaran hak citra, tetapi juga dapat menimbulkan tanggung jawab pidana tergantung pada kasusnya. Jika foto atau konten postingan mengandung fitnah atau konten yang menghina, mungkin terdapat pelanggaran terhadap undang-undang tentang penghinaan atau pencemaran nama baik.

Undang-undang penghinaan berlaku ketika seseorang dihina secara terbuka. Jika seseorang menghina orang lain di depan umum dan menurunkan penilaian orang tersebut, mungkin terjadi pelangaran undang-undang penghinaan.

Undang-undang pencemaran nama baik berlaku ketika seseorang mengungkapkan fakta secara terbuka dan menurunkan penilaian sosial seseorang. Misalnya, memposting foto dengan konten palsu yang merusak reputasi seseorang, dalam banyak kasus, dapat dianggap sebagai pencemaran nama baik. Untuk menuntut tanggung jawab pidana, korban harus mengajukan laporan atau pengaduan ke polisi.

Polisi akan melakukan penyelidikan dan jika bukti cukup, akan mengirimkan kasus tersebut ke kejaksaan. Kejaksaan akan memutuskan apakah akan menuntut atau tidak, dan jika dituntut, akan diadakan persidangan. Melalui persidangan, sanksi pidana dapat dikenakan.

Cara Mengatasi Jika Foto Anda Diposting Tanpa Izin

Jika Anda atau orang-orang di sekitar Anda menjadi korban publikasi tanpa izin, penting untuk menangani situasi tersebut dengan tepat. Di sini, kami akan menjelaskan tiga metode penanganan: “konsultasi dengan kepolisian,” “mengajukan permintaan penghapusan foto,” dan “konsultasi dengan pengacara.”

Konsultasi dengan Kepolisian

Pelanggaran hak citra merupakan masalah hak privasi dan pada dasarnya bukanlah kejahatan. Oleh karena itu, ada kemungkinan besar bahwa kepolisian tidak akan menanggapi jika Anda hanya mengadu tentang pelanggaran hak citra. Namun, jika ada pesan yang mengandung ancaman atau pencemaran nama baik, atau jika ada tindak pidana seperti pengambilan gambar secara diam-diam, stalking, distribusi materi pornografi, atau pornografi balas dendam, kemungkinan kepolisian akan menanggapi menjadi lebih tinggi.

Contoh kasusnya adalah sebagai berikut:

  • Jika Anda menerima pesan ancaman seperti “Aku akan membunuhmu” atau “Aku akan membakar rumahmu” bersama dengan foto
  • Jika fakta palsu seperti “pencuri” atau “penipu” disebarkan bersama dengan foto
  • Jika foto atau video yang diambil secara diam-diam dipublikasikan
  • Jika gambar cabul dipublikasikan tanpa persetujuan

Jika Anda mencurigai adanya tindak pidana seperti yang disebutkan di atas, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan kepolisian.

Kepolisian akan mendengarkan laporan kerugian Anda, memeriksa dokumen yang bisa menjadi bukti, dan memutuskan apakah akan memulai penyelidikan atau tidak.

Mengajukan Permintaan Penghapusan Foto

Jika Anda mengalami pelanggaran hak citra, langkah pertama yang harus dicoba adalah mengajukan permintaan penghapusan kepada perusahaan yang mengoperasikan media tempat foto tersebut diposting. X (bekas Twitter), Instagram, Facebook, dan sebagian besar SNS atau forum internet memiliki formulir khusus yang bisa digunakan untuk mengajukan permintaan penghapusan terkait pelanggaran hak citra. Gunakan formulir tersebut untuk segera mengajukan permintaan penghapusan.

Ketika mengajukan permintaan penghapusan, perhatikan poin-poin berikut:

  • Menyertakan URL foto atau video yang spesifik
  • Menjelaskan secara konkret tentang fakta pelanggaran hak citra
  • Menyerahkan dokumen identitas

Namun, sayangnya, pengajuan melalui formulir khusus saja tidak selalu menjamin foto atau video akan dihapus. Ada kasus di mana perusahaan pengelola lambat merespons atau bahkan tidak bersedia menghapus konten tersebut. Dalam kasus seperti ini, pertimbangan tindakan hukum menjadi perlu.

Secara spesifik, Anda dapat mengajukan permintaan pengungkapan informasi pengirim melalui pengadilan untuk mendapatkan informasi tentang pengunggah, dan kemudian secara langsung meminta pengunggah untuk menghapus konten atau mengajukan gugatan tuntutan ganti rugi. Kami menjelaskan lebih lanjut dalam artikel berikut ini.

Artikel terkait: Apa itu Permintaan Pengungkapan Informasi Pengirim untuk Mengidentifikasi Pelaku Postingan?[ja]

Konsultasi dengan Pengacara

Ketika mempertimbangkan tindakan hukum, kami menyarankan Anda untuk pertama-tama berkonsultasi dengan pengacara untuk menentukan apakah foto yang dipublikasikan benar-benar melanggar hak atau tidak.

  • Apakah foto yang dipublikasikan benar-benar melanggar hak
  • Apakah sebaiknya mengajukan permintaan penghapusan atau tuntutan ganti rugi
  • Apakah prosedur hukum seperti perintah sementara diperlukan

Keputusan ini memerlukan pengetahuan hukum yang spesifik, sehingga berkonsultasi dengan pengacara dapat memberikan Anda nasihat dan dukungan yang tepat.

Lebih lanjut, dengan meminta bantuan pengacara, Anda dapat melancarkan negosiasi dengan pihak lain dengan lebih mulus. Ketika pengacara terlibat, pihak lain cenderung merespons dengan lebih serius. Meskipun ada biaya yang terlibat, banyak keuntungan yang bisa didapatkan dengan meminta bantuan pengacara, jadi pertimbangkanlah hal ini.

Kesimpulan: Pengunggahan Foto Tanpa Izin Bukan Kejahatan, Namun Tanggung Jawab Sipil Dapat Diusut

Pengunggahan foto tanpa izin di SNS merupakan tindakan ilegal yang melanggar hak cipta, seperti hak atas citra dan privasi.

Secara prinsip, hal tersebut tidak menjadi subjek hukuman pidana, namun tergantung pada kasusnya, bisa jadi tindakan tersebut memenuhi unsur kejahatan penghinaan atau pencemaran nama baik, sehingga dapat menimbulkan tanggung jawab pidana. Di sisi lain, dalam ranah sipil, tindakan hukum seperti klaim ganti rugi atau permintaan penghentian tindakan yang tidak adil juga dapat dilakukan.

Jika foto Anda dipublikasikan tanpa izin, langkah-langkah berikut ini penting untuk dilakukan:

  • Mengajukan permintaan penghapusan kepada perusahaan yang mengoperasikan media tempat foto tersebut diposting
  • Berkonsultasi dengan pengacara untuk mempertimbangkan tindakan hukum

Khususnya, berkonsultasi dengan pengacara sangat penting untuk menentukan langkah yang tepat dan melindungi hak Anda atau orang-orang terdekat. Jangan hanya diam dan menerima keadaan, tetapi gunakanlah bantuan profesional untuk bertindak tegas dan tepat.

Panduan Tindakan dari Firma Kami

Firma Hukum Monolith adalah firma hukum yang memiliki pengalaman luas dalam IT, khususnya hukum internet dan hukum secara umum. Belakangan ini, informasi yang tersebar di internet mengenai kerugian reputasi atau fitnah telah menjadi ‘Digital Tattoo’ yang menimbulkan kerugian serius. Firma kami menyediakan solusi untuk mengatasi ‘Digital Tattoo’. Silakan baca artikel di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.

Bidang layanan Firma Hukum Monolith: Digital Tattoo[ja]

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas