MONOLITH LAW OFFICE+81-3-6262-3248Hari kerja 10:00-18:00 JST [English Only]

MONOLITH LAW MAGAZINE

General Corporate

Pengawas Keuangan dalam Hukum Perusahaan Jepang: Penjelasan Komprehensif tentang Peran, Wewenang, dan Tanggung Jawab Mereka

General Corporate

Pengawas Keuangan dalam Hukum Perusahaan Jepang: Penjelasan Komprehensif tentang Peran, Wewenang, dan Tanggung Jawab Mereka

Keandalan informasi keuangan perusahaan merupakan fondasi dari aktivitas ekonomi yang sehat dan investasi serta transaksi internasional. Agar investor dan kreditur dapat membuat keputusan dengan tenang, diperlukan sistem yang menjamin keakuratan dan keadilan laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan, yang dijamin oleh pihak ketiga independen. Di bawah sistem hukum Jepang, peran penting ini diemban oleh ‘auditor akuntansi’. Sistem auditor akuntansi adalah lembaga resmi yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perusahaan Jepang, dan merupakan entitas sentral dalam memastikan transparansi dan keandalan akuntansi perusahaan. Sistem ini bukan hanya prosedur domestik, tetapi juga merupakan indikator penting yang menunjukkan bahwa tata kelola perusahaan Jepang memenuhi standar internasional. Auditor akuntansi adalah para profesional dengan kualifikasi spesialis tinggi seperti akuntan publik bersertifikat atau firma audit, yang melakukan audit ketat dari posisi independen mereka. Khususnya, bagi perusahaan besar yang memiliki dampak sosial yang signifikan, pemasangan auditor akuntansi diwajibkan oleh hukum, mencerminkan pemikiran bahwa tanggung jawab sosial terhadap laporan keuangan perusahaan meningkat seiring dengan pertumbuhan skala ekonomi perusahaan. Artikel ini akan menjelaskan secara komprehensif tentang auditor akuntansi, mulai dari signifikansi hukumnya, prosedur pengangkatan, kewenangan kerja yang spesifik, hingga tanggung jawab berat yang mereka pikul, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Perusahaan Jepang dan contoh kasus pengadilan yang aktual.

Makna dan Tujuan dari Sistem Auditor Keuangan di Jepang

Auditor keuangan adalah lembaga perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Perusahaan Jepang, dengan tujuan utama untuk melakukan audit atas dokumen-dokumen keuangan perusahaan. Pemikiran yang mendasari sistem ini adalah untuk menjamin keandalan laporan keuangan melalui audit oleh para ahli akuntansi eksternal yang independen dari manajemen perusahaan, sehingga melindungi pemangku kepentingan seperti pemegang saham dan kreditur. Dengan memverifikasi informasi keuangan yang dibuat oleh perusahaan dari perspektif objektif dan menyatakan pendapat tentang keadilannya, informasi tersebut dapat memperoleh tingkat kepercayaan yang jauh lebih tinggi. Ini merupakan fungsi penting untuk mempertahankan kredibilitas sosial perusahaan dan memungkinkan penggalangan dana yang lancar dari pasar keuangan.

Undang-Undang Perusahaan Jepang secara khusus mewajibkan perusahaan besar untuk menunjuk auditor keuangan. Menurut Pasal 2 Ayat 6 Undang-Undang Perusahaan Jepang, perusahaan besar didefinisikan sebagai perusahaan dengan modal yang tercatat di neraca pada akhir tahun bisnis terakhir sebesar 500 juta yen atau lebih, atau dengan total utang sebesar 20 miliar yen atau lebih. Di balik ketentuan ini terdapat pemikiran hukum bahwa semakin besar skala perusahaan, semakin besar pula dampak aktivitas bisnisnya terhadap masyarakat dan ekonomi. Perusahaan skala besar memiliki banyak pemegang saham, kreditur, karyawan, dan mitra bisnis, dan kesehatan keuangan mereka secara langsung terkait dengan kepentingan banyak pemangku kepentingan ini. Oleh karena itu, hukum menuntut transparansi keuangan yang lebih tinggi dari perusahaan tersebut dan mewajibkan pengawasan ketat oleh para ahli eksternal untuk menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Perbandingan Antara Akuntan Pemeriksa dan Komisaris Audit di Jepang

Memahami struktur tata kelola perusahaan di Jepang, penting untuk mengenali perbedaan antara akuntan pemeriksa dan komisaris audit sebagai lembaga yang berbeda. Keduanya memiliki fungsi pengawasan terhadap perusahaan, namun terdapat perbedaan mendasar dalam peran dan wewenang mereka.

Perbedaan terbesar terletak pada lingkup audit. Tugas akuntan pemeriksa, sesuai dengan namanya, terbatas pada ‘audit akuntansi’. Artinya, tugas utama mereka adalah memverifikasi apakah laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba rugi telah mencerminkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan dengan tepat. Di sisi lain, lingkup audit komisaris audit secara prinsip mencakup ‘audit operasional’ selain audit akuntansi. Audit operasional merujuk pada aktivitas yang lebih luas, yaitu memantau apakah eksekusi tugas oleh direksi telah mematuhi hukum dan anggaran dasar serta dilakukan dengan tepat.

Selain itu, persyaratan kualifikasi juga berbeda. Hanya akuntan publik bersertifikat atau firma audit yang dapat menjadi akuntan pemeriksa, sesuai dengan Pasal 337 Ayat 1 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang. Hal ini karena audit akuntansi memerlukan pengetahuan spesialis yang tinggi. Sebaliknya, tidak ada kualifikasi profesional khusus yang dituntut oleh hukum untuk menjadi komisaris audit.

Posisi mereka juga berbeda. Akuntan pemeriksa adalah ahli eksternal yang independen yang menandatangani kontrak audit dengan perusahaan. Sebaliknya, komisaris audit adalah pejabat internal perusahaan yang dipilih oleh rapat umum pemegang saham dan menjalankan tugasnya secara independen dari dewan direksi.

Kedua lembaga ini saling melengkapi untuk membentuk sistem pengawasan ganda. Akuntan pemeriksa menetapkan ‘fakta’ keakuratan informasi keuangan sebagai ahli akuntansi eksternal, sementara komisaris audit, sebagai penanggung jawab tata kelola internal, memverifikasi ‘proses’ seperti kesesuaian dan legalitas keputusan manajemen direksi berdasarkan fakta tersebut. Misalnya, tindakan tidak teratur dalam akuntansi yang ditemukan oleh akuntan pemeriksa akan dilaporkan kepada komisaris audit, dan menjadi informasi penting untuk mengejar tanggung jawab direksi. Dengan cara ini, keduanya bekerja sama untuk mencapai tata kelola perusahaan yang lebih efektif.

Tabel berikut ini merangkum perbedaan utama antara akuntan pemeriksa dan komisaris audit.

ItemAkuntan PemeriksaKomisaris Audit
Peran UtamaMengaudit keakuratan laporan keuanganMengaudit legalitas eksekusi tugas direksi
Lingkup AuditAudit AkuntansiSecara prinsip meliputi Audit Operasional dan Audit Akuntansi
Persyaratan KualifikasiAkuntan Publik Bersertifikat atau Firma AuditTidak ada persyaratan khusus
PosisiOrgan eksternal perusahaanOrgan internal perusahaan (pejabat)
Masa Jabatan1 tahun (dapat diperbarui)Secara prinsip 4 tahun

Pemilihan Auditor Akuntansi di Jepang

Proses pemilihan auditor akuntansi diatur secara rinci oleh Undang-Undang Perusahaan Jepang untuk memastikan independensinya.

Pertama-tama, auditor akuntansi harus memenuhi persyaratan kualifikasi yang ketat dan ada alasan-alasan tertentu yang dapat menyebabkan seseorang tidak memenuhi syarat. Seperti yang telah disebutkan, hanya akuntan publik bersertifikat atau firma audit yang dapat menjadi auditor akuntansi. Selain itu, untuk menghindari situasi yang dapat merusak independensi, Pasal 337 Ayat (3) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang melarang individu dengan kepentingan tertentu menjadi auditor akuntansi. Misalnya, mereka yang merupakan anak perusahaan dari perusahaan tersebut atau yang menerima kompensasi berkelanjutan dari perusahaan atau anak perusahaannya untuk pekerjaan selain audit tidak dapat menjadi auditor akuntansi.

Auditor akuntansi dipilih melalui resolusi biasa pada rapat umum pemegang saham (Pasal 329 Ayat (1) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang). Poin penting di sini adalah bahwa wewenang untuk menentukan isi usulan pemilihan atau pemberhentian auditor akuntansi yang disajikan pada rapat umum pemegang saham bukan berada di tangan direksi, melainkan di tangan auditor (atau lembaga audit seperti dewan auditor). Ini adalah mekanisme yang sangat penting untuk memisahkan wewenang mengevaluasi dan mengontrol penunjukan dan pemberhentian auditor akuntansi dari manajemen, sehingga auditor akuntansi dapat melakukan audit yang ketat tanpa harus memperhatikan reaksi manajemen. Pemisahan wewenang ini, di mana manajemen menentukan kompensasi dan auditor menentukan personel, merupakan desain hukum yang cerdik untuk melindungi independensi auditor akuntansi.

Masa jabatan auditor akuntansi ditetapkan hingga penutupan rapat umum pemegang saham tahunan terakhir yang berakhir dalam satu tahun setelah penunjukan (Pasal 338 Ayat (1) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang). Namun, jika tidak ada resolusi khusus seperti pemberhentian atau non-reappointment pada rapat umum pemegang saham tahunan tersebut, auditor akuntansi dianggap telah diangkat kembali (Pasal 338 Ayat (2) dari Undang-Undang Perusahaan Jepang). Sistem ‘dianggap diangkat kembali’ ini memperkuat independensi auditor akuntansi dengan memastikan bahwa masa jabatannya berlanjut kecuali ada resolusi aktif untuk pemberhentian.

Mengenai pemberhentian, ini dapat dilakukan kapan saja melalui resolusi rapat umum pemegang saham (Pasal 339 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang), namun auditor dapat memberhentikan auditor akuntansi jika mereka melanggar kewajiban profesional atau jika ada perilaku tidak pantas yang tidak sesuai dengan auditor akuntansi, dengan persetujuan semua auditor (Pasal 340 dari Undang-Undang Perusahaan Jepang). Ini juga merupakan wewenang kuat yang dimiliki auditor untuk menjaga independensi dan kualitas audit auditor akuntansi.

Tugas dan Wewenang Auditor Keuangan di Jepang

Untuk memastikan auditor keuangan dapat menjalankan tugasnya secara efektif, Hukum Perusahaan Jepang memberikan mereka berbagai tugas dan wewenang yang luas. Wewenang ini terutama diatur dalam Pasal 396 dari Hukum Perusahaan Jepang.

Tugas inti dari auditor keuangan adalah mengaudit dokumen keuangan perusahaan, lampiran rinciannya, dokumen keuangan sementara, dan dokumen keuangan konsolidasi. Setelah menyelesaikan audit, mereka harus membuat “Laporan Audit Keuangan” yang merangkum hasilnya sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh Kementerian Kehakiman Jepang (Pasal 396 Ayat 1 dari Hukum Perusahaan Jepang). Laporan audit keuangan ini menjadi sumber informasi yang dapat diandalkan bagi pemegang saham dan kreditur.

Untuk melaksanakan tugas ini, auditor keuangan diberikan wewenang investigasi yang kuat. Auditor keuangan dapat “kapan saja” memeriksa dan menyalin buku-buku akuntansi dan dokumen terkait jika diperlukan untuk audit. Mereka juga dapat meminta laporan terkait akuntansi dari direktur, konsultan akuntansi, manajer, dan karyawan lainnya (Pasal 396 Ayat 2 dari Hukum Perusahaan Jepang). Manajemen pada dasarnya memiliki lebih banyak informasi internal daripada auditor eksternal. Untuk mengatasi asimetri informasi ini dan memungkinkan auditor keuangan tidak hanya pasif menerima informasi tetapi juga aktif mengumpulkan dan memverifikasi informasi, wewenang investigasi ini adalah alat yang penting.

Wewenang investigasi ini juga berlaku tidak hanya untuk perusahaan induk tetapi juga untuk anak perusahaannya. Auditor keuangan dapat meminta laporan terkait akuntansi dari anak perusahaan atau menyelidiki keadaan bisnis dan aset anak perusahaan jika diperlukan untuk menjalankan tugasnya (Pasal 396 Ayat 3 dari Hukum Perusahaan Jepang). Namun, anak perusahaan dapat menolak laporan atau penyelidikan jika ada “alasan yang sah” untuk menolaknya (Pasal 396 Ayat 4 dari Hukum Perusahaan Jepang).

Lebih lanjut, auditor keuangan memiliki kewajiban pelaporan yang penting. Jika selama menjalankan tugas mereka menemukan adanya tindakan curang atau pelanggaran serius terhadap hukum atau anggaran dasar yang berkaitan dengan eksekusi tugas direktur, mereka harus segera melaporkannya kepada auditor (atau lembaga audit seperti dewan auditor) (Pasal 397 dari Hukum Perusahaan Jepang). Ini memastikan bahwa masalah yang ditemukan oleh auditor keuangan tidak hanya tercatat dalam laporan tetapi juga segera disampaikan kepada lembaga pengawasan internal perusahaan, sehingga tindakan korektif dapat diambil.

Kewajiban dan Tanggung Jawab Hukum Auditor Akuntansi di Jepang

Auditor akuntansi di Jepang, seiring dengan kekuasaan yang besar yang mereka miliki, juga memikul kewajiban dan tanggung jawab hukum yang berat. Kewajiban dan tanggung jawab ini menuntut etika profesional dan kehati-hatian yang tinggi dari auditor akuntansi untuk menjamin kualitas audit, berfungsi sebagai disiplin penting.

Kewajiban paling dasar yang harus dipenuhi oleh auditor akuntansi adalah ‘kewajiban perhatian pengelola yang baik’ (duty of due care). Hal ini berasal dari hubungan antara perusahaan dan auditor akuntansi yang dianggap sebagai hubungan mandat berdasarkan Pasal 330 Undang-Undang Perusahaan Jepang, dan ketentuan Pasal 644 Hukum Perdata Jepang diterapkan secara analog. Kewajiban perhatian pengelola yang baik berarti auditor akuntansi harus melaksanakan tugasnya dengan tingkat perhatian yang diharapkan secara objektif sesuai dengan posisi dan kemampuan profesionalnya. Apakah tindakan auditor akuntansi mencapai standar ini akan menjadi kriteria dalam menentukan tanggung jawab yang akan dibahas selanjutnya.

Jika auditor akuntansi mengabaikan kewajiban ini, mereka pertama-tama bertanggung jawab kepada perusahaan. Pasal 423 Ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Jepang menetapkan bahwa jika auditor akuntansi lalai dalam menjalankan tugasnya dan menyebabkan kerugian pada perusahaan, mereka harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian tersebut. Ini adalah tanggung jawab langsung terhadap kelalaian dalam menjalankan tugas profesional.

Lebih lanjut, auditor akuntansi juga dapat bertanggung jawab kepada pihak ketiga seperti pemegang saham dan kreditur yang melakukan transaksi berdasarkan laporan audit yang mereka percayai. Tanggung jawab kepada pihak ketiga ini diatur dalam Pasal 429 Undang-Undang Perusahaan Jepang, yang memiliki struktur dua tingkat. Pertama, jika auditor akuntansi melakukan tugasnya dengan ‘niat jahat atau kelalaian serius’, mereka bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan kepada pihak ketiga (Pasal 429 Ayat (1) Undang-Undang Perusahaan Jepang). Persyaratan ‘kelalaian serius’ ini diberlakukan karena audit melibatkan penilaian profesional, sehingga untuk menghindari tanggung jawab tak terbatas karena kesalahan sederhana dan memungkinkan auditor untuk menjalankan tugasnya tanpa rasa takut.

Kedua, jika terdapat ‘pernyataan palsu’ mengenai hal-hal penting yang seharusnya dicantumkan dalam laporan audit, tanggung jawab menjadi lebih ketat. Dalam hal ini, auditor akuntansi tidak dapat terlepas dari tanggung jawab ganti rugi kepada pihak ketiga kecuali mereka ‘membuktikan’ bahwa mereka tidak lalai dalam melakukan tindakan tersebut, yaitu tidak ada kelalaian (Pasal 429 Ayat (2) Butir 4 Undang-Undang Perusahaan Jepang). Ini disebut sebagai peralihan beban pembuktian, yang mencerminkan maksud hukum untuk memberlakukan kewajiban perhatian yang sangat berat terhadap isi laporan audit yang dipublikasikan ke pasar. Struktur tanggung jawab dua tingkat ini didirikan di atas keseimbangan hukum yang canggih yang mencoba untuk menyelaraskan perlindungan pihak ketiga dengan menghindari beban berlebihan pada auditor.

Contoh Kasus Tanggung Jawab Auditor Akuntansi di Bawah Hukum Jepang

Untuk memahami bagaimana ketentuan abstrak tentang tanggung jawab hukum auditor akuntansi diterjemahkan dan diterapkan dalam sengketa nyata, melihat contoh kasus pengadilan adalah cara yang efektif. Pengadilan di Jepang cenderung meningkatkan standar kewajiban perhatian yang diharapkan dari auditor akuntansi seiring dengan perubahan zaman.

Sebuah keputusan penting yang menetapkan standar tanggung jawab terhadap perusahaan adalah putusan Mahkamah Agung Jepang pada tanggal 19 Juli 2021 (Reiwa 3). Kasus ini menyangkut tanggung jawab auditor terbatas, namun logika penilaiannya juga berlaku untuk auditor akuntansi. Seorang karyawan perusahaan telah menggelapkan dana selama bertahun-tahun dan menyembunyikan kecurangan dengan menyerahkan salinan sertifikat saldo bank yang dipalsukan. Pengadilan tingkat bawah menolak tanggung jawab dengan menyatakan bahwa cukup bagi auditor untuk memastikan bahwa dokumen yang diserahkan sesuai dengan buku akuntansi. Namun, Mahkamah Agung membatalkan keputusan ini dengan menyatakan, “Auditor tidak boleh menganggap isi buku akuntansi sebagai akurat dan hanya melakukan audit pada dokumen perhitungan berdasarkan asumsi tersebut.” Mahkamah Agung menambahkan bahwa jika ada situasi yang menimbulkan keraguan atas keandalan bukti penting seperti sertifikat saldo, auditor memiliki kewajiban untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut, seperti meminta konfirmasi dokumen asli. Keputusan ini penting karena menegaskan bahwa auditor akuntansi harus melakukan verifikasi substantif dengan skeptisisme profesional, bukan hanya mengikuti prosedur formal.

Adapun tanggung jawab terhadap pihak ketiga, ada dua kasus kontras. Salah satunya adalah kasus Kimuraya (Pengadilan Distrik Tokyo, 28 November 2007). Dalam kasus ini, perusahaan melakukan manipulasi besar-besaran atas aset inventaris dengan cara yang canggih, namun auditor akuntansi telah melakukan audit yang lebih ketat dari biasanya setelah menilai risiko tinggi sesuai dengan standar audit yang diakui secara umum sebagai adil dan wajar. Pengadilan menolak tanggung jawab auditor dengan menyatakan bahwa bahkan jika auditor telah memenuhi kewajiban perhatian sebagai profesional, mereka tidak bertanggung jawab atas kecurangan canggih yang sulit untuk ditemukan. Keputusan ini menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap standar audit dapat berfungsi sebagai ‘pelabuhan aman’ bagi auditor akuntansi.

Kasus lainnya adalah kasus Livedoor yang mendapat perhatian besar dari masyarakat (Pengadilan Distrik Tokyo, 21 Mei 2009). Dalam kasus ini, juga terjadi manipulasi laporan keuangan skala besar, dan auditor akuntansi telah memberikan pendapat yang wajar. Namun, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa auditor akuntansi menyadari atau setidaknya sengaja mengabaikan pengelolaan akuntansi yang curang oleh perusahaan. Pengadilan memutuskan bahwa firma audit bertanggung jawab atas kerugian yang diderita investor. Perbedaan kunci dari kasus Kimuraya adalah kurangnya independensi dan integritas auditor akuntansi. Keputusan ini menunjukkan bahwa pertahanan formal kepatuhan terhadap standar audit menjadi tidak berdaya ketika ada keterlibatan atau niat jahat dalam kecurangan.

Alur kasus-kasus ini menunjukkan bahwa standar tanggung jawab yang diminta pengadilan dari auditor akuntansi telah berkembang dari sekadar ‘kepatuhan terhadap prosedur’ menjadi ‘penerapan skeptisisme profesional yang substantif’. Auditor akuntansi diharapkan tidak hanya mengikuti buku aturan tetapi juga secara aktif bertindak dengan pandangan kritis untuk tidak melewatkan tanda-tanda kecurangan, yang kini secara hukum sangat dituntut.

Kesimpulan

Seperti yang telah dijelaskan dalam artikel ini, auditor keuangan merupakan lembaga penting yang diwajibkan oleh Undang-Undang Perusahaan Jepang untuk memastikan keandalan laporan keuangan perusahaan. Persyaratan kualifikasi yang ketat, pemilihan oleh rapat umum pemegang saham, serta pengawasan oleh dewan pengawas dirancang untuk menjamin independensi mereka. Selain itu, kewenangan investigasi yang luas menjadi senjata untuk melaksanakan tugas mereka secara efektif, sementara kewajiban kehati-hatian dan tanggung jawab hukum yang berat terhadap perusahaan dan pihak ketiga berfungsi sebagai disiplin yang menjamin kualitas pekerjaan mereka. Sistem auditor keuangan merupakan fondasi yang mendukung transparansi dan keadilan pasar Jepang, serta menjadi dasar kepercayaan bagi investor domestik dan internasional.

Kantor Hukum Monolith kami memiliki rekam jejak yang kuat dalam memberikan nasihat dan dukungan yang luas kepada banyak klien di Jepang terkait dengan penunjukan, tugas, wewenang, dan tanggung jawab auditor keuangan. Kantor kami memiliki beberapa anggota yang berkualifikasi sebagai pengacara di luar negeri dan berbicara bahasa Inggris, yang menggabungkan pengetahuan mendalam tentang Undang-Undang Perusahaan Jepang dengan pengalaman praktis internasional. Dengan memanfaatkan kekuatan unik ini, kami berkomitmen untuk mendukung perusahaan asing dan investor agar mereka dapat memahami dengan tepat aspek-aspek penting tata kelola perusahaan dalam lingkungan bisnis Jepang dan meresponsnya dengan tepat.

Managing Attorney: Toki Kawase

The Editor in Chief: Managing Attorney: Toki Kawase

An expert in IT-related legal affairs in Japan who established MONOLITH LAW OFFICE and serves as its managing attorney. Formerly an IT engineer, he has been involved in the management of IT companies. Served as legal counsel to more than 100 companies, ranging from top-tier organizations to seed-stage Startups.

Kembali ke atas