Penjelasan Hukum tentang Operasi Gudang dan Kontrak Penitipan dalam Hukum Dagang Jepang

Dalam rantai pasokan global, Jepang berfungsi sebagai titik koneksi yang sangat penting. Baik itu industri manufaktur, ritel, maupun perdagangan, banyak perusahaan yang menyimpan produk dan bahan baku berharga mereka di gudang-gudang di Jepang sebagai bagian dari aktivitas bisnis mereka. Tindakan ini tidak hanya merupakan penyimpanan fisik, tetapi juga menciptakan hubungan kontrak hukum yang disebut ‘penitipan’. Memahami secara mendalam sistem hukum yang mengatur hubungan penitipan ini, khususnya hubungan dengan operator gudang yang menyimpan barang-barang sebagai bagian dari bisnis mereka, bukanlah sekadar penelitian akademis. Ini adalah tuntutan penting dalam manajemen bisnis untuk pelestarian aset, memastikan transaksi yang lancar, dan mengelola risiko dalam keadaan tak terduga. Sistem hukum Jepang menetapkan dua pilar utama dalam bidang ini. Yang pertama adalah ‘Hukum Dagang Jepang’ yang menetapkan hubungan hak dan kewajiban pribadi antara penitip dan operator gudang. Yang kedua adalah ‘Undang-Undang Gudang Jepang’, yang merupakan peraturan publik yang dirancang untuk memastikan operasi yang tepat dari industri gudang secara keseluruhan dan melindungi kepentingan pengguna. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana kedua undang-undang ini bekerja sama untuk membentuk kerangka kerja dalam melindungi aset perusahaan. Secara khusus, kami akan menjelaskan secara rinci tentang kewajiban ketat operator gudang dan tanggung jawab pembuktian mereka, kekuatan hukum unik dari surat gudang yang mewujudkan kepemilikan barang dan juga berfungsi sebagai alat keuangan, hak retensi kuat yang dimiliki oleh operator gudang, serta hubungan hak dan kewajiban yang harus diperhatikan pada saat pengakhiran kontrak penitipan dan batas waktu pemusnahan hak yang singkat, yang semuanya merupakan poin penting dalam praktik bisnis, dengan menggabungkan ketentuan hukum spesifik dan contoh kasus pengadilan.
Kerangka Hukum yang Mengatur Operasional Gudang di Jepang
Sistem hukum Jepang menyediakan kerangka hukum yang komprehensif untuk operasional gudang, yang mencakup aspek hukum privat dan publik. Memahami struktur hukum ganda ini merupakan langkah awal dalam menggunakan layanan gudang di Jepang.
Pilar pertama adalah Hukum Dagang Jepang. Hukum ini menetapkan hak dan kewajiban dasar dalam hubungan kontrak privat antara penitip (orang yang menitipkan barang) dan operator gudang (usaha yang menerima titipan barang). Masalah hukum konkret antara pihak-pihak, seperti interpretasi kontrak dan tanggung jawab ganti rugi ketika barang titipan hilang atau rusak, umumnya diselesaikan berdasarkan Hukum Dagang Jepang ini.
Pilar kedua adalah Undang-Undang Gudang Jepang. Ini adalah hukum publik yang mengatur dan mengawasi bisnis gudang itu sendiri, bertujuan untuk memastikan perkembangan yang sehat dan melindungi pengguna gudang. Pasal 1 Undang-Undang Gudang Jepang secara eksplisit menyatakan tujuannya untuk “menjamin operasional gudang yang tepat, melindungi kepentingan pengguna gudang, dan memastikan peredaran lancar dari surat bukti gudang.” Mengingat sifat publik dari bisnis gudang yang menitipkan harta benda berharga orang lain, undang-undang ini memberlakukan berbagai kewajiban kepada para pelaku usaha.
Inti dari regulasi hukum publik ini adalah sistem pendaftaran kepada Menteri Perhubungan dan Infrastruktur Jepang. Tidak semua orang dapat memulai bisnis gudang dengan bebas. Mereka harus memenuhi standar ketat yang ditetapkan oleh hukum dan terdaftar secara resmi. Persyaratan pendaftaran ini bukan hanya prosedur formal, tetapi berfungsi sebagai penghalang substansial untuk melindungi aset pengguna. Misalnya, fasilitas dan peralatan gudang harus memenuhi standar yang lebih ketat daripada bangunan umum yang ditetapkan oleh Hukum Bangunan dan Hukum Pemadam Kebakaran, seperti ketahanan terhadap api, tahan air, dan sistem keamanan, sesuai dengan jenis barang yang disimpan. Selain itu, setiap gudang juga diwajibkan untuk memiliki ‘Penanggung Jawab Manajemen Gudang’ yang memiliki pengetahuan dan kemampuan khusus dalam pengelolaan gudang.
Hubungan antara kedua hukum ini bukan sekadar paralel. Standar pendaftaran dan kewajiban operasional yang ditetapkan oleh Undang-Undang Gudang Jepang, yang merupakan hukum publik, juga mempengaruhi hubungan kontrak privat yang diatur oleh Hukum Dagang Jepang. Misalnya, jika barang titipan terbakar dalam kebakaran, penitip dapat menuntut ganti rugi kepada operator gudang berdasarkan Hukum Dagang Jepang. Pada saat itu, fakta bahwa operator gudang tidak memenuhi standar pencegahan kebakaran yang ditetapkan oleh Undang-Undang Gudang Jepang dapat menjadi bukti yang sangat kuat dalam membuktikan pelanggaran kewajiban perhatian menurut Hukum Dagang Jepang. Dengan demikian, standar regulasi hukum publik menjadi indikator objektif dalam menentukan isi kewajiban perhatian dalam hukum privat. Oleh karena itu, langkah pertama dalam manajemen risiko yang harus dilakukan perusahaan saat memilih gudang adalah memastikan bahwa gudang tersebut terdaftar secara sah berdasarkan Undang-Undang Gudang Jepang dan diakui sebagai jenis gudang yang sesuai untuk produk mereka, sebelum meneliti ketentuan kontrak. Kegiatan verifikasi hukum publik ini merupakan due diligence fundamental yang membangun dasar untuk mengamankan hak-hak privat di masa depan.
Kontrak Penitipan dengan Operator Gudang di Bawah Hukum Perdagangan Jepang
Untuk memahami bisnis operasi gudang di bawah hukum perdagangan Jepang, pertama-tama perlu untuk mengerti dengan tepat konsep-konsep utama yaitu “operator gudang” dan “penitipan bisnis”.
Artikel 599 dari Hukum Perdagangan Jepang mendefinisikan “operator gudang” sebagai “orang yang menjalankan bisnis menyimpan barang-barang untuk orang lain di gudang” . Poin penting di sini adalah “sebagai bisnis”. Ini merujuk pada pelaku usaha yang menyediakan layanan penyimpanan secara berulang dan berkelanjutan dan mendapatkan keuntungan dari itu. Kontrak yang dibuat antara operator gudang dan pelanggan untuk penyimpanan barang-barang ini disebut kontrak penitipan bisnis.
Penitipan bisnis ini memiliki perbedaan mendasar dalam sifat hukumnya, terutama tingkat kewajiban perhatian yang diberikan kepada penerima titipan (pihak yang menyimpan barang), dibandingkan dengan kontrak penitipan umum yang ditetapkan oleh Hukum Sipil Jepang. Di bawah Hukum Sipil Jepang, kontrak penitipan pada prinsipnya adalah tanpa imbalan (tanpa menerima pembayaran), dan dalam hal ini, kewajiban perhatian penerima titipan cukup dengan “perhatian yang sama seperti pada properti mereka sendiri”. Kewajiban perhatian “pengelola yang baik dan hati-hati” (kewajiban perhatian pengelolaan yang baik) hanya diberlakukan dalam kasus penitipan berbayar di mana imbalan diterima.
Sebaliknya, Hukum Perdagangan Jepang menerapkan disiplin yang lebih ketat pada penitipan yang dilakukan oleh operator gudang yang merupakan pedagang. Artikel 595 dari Hukum Perdagangan Jepang menyatakan bahwa “ketika seorang pedagang menerima penitipan dalam lingkup bisnisnya, bahkan jika tidak menerima imbalan, ia harus menyimpan barang titipan dengan perhatian pengelola yang baik dan hati-hati” . Ini didasarkan pada pemikiran bahwa operator gudang, sebagai profesional yang menyimpan barang milik orang lain, harus selalu memikul kewajiban perhatian tingkat tinggi yang diharapkan dari seorang profesional, terlepas dari adanya atau tidaknya imbalan . Dengan ketentuan ini, penitip dapat menerima perlindungan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan penitipan di bawah Hukum Sipil Jepang, bahkan jika dalam keadaan khusus biaya penyimpanan menjadi tanpa imbalan.
Untuk menjelaskan perbedaan ini, tabel di bawah ini membandingkan keduanya.
Item | Penitipan di bawah Hukum Sipil Jepang | Penitipan Bisnis di bawah Hukum Perdagangan Jepang |
Peraturan yang Berlaku | Hukum Sipil Jepang | Hukum Perdagangan Jepang (Hukum Sipil juga diterapkan secara suplementer) |
Skenario Penerapan | Penyimpanan antara individu umum dan badan hukum yang bukan pedagang | Ketika operator gudang menyimpan barang sebagai bagian dari bisnisnya |
Kewajiban Perhatian Penerima Titipan (dalam kasus tanpa imbalan) | Kewajiban perhatian yang sama seperti pada properti mereka sendiri | Kewajiban perhatian pengelola yang baik dan hati-hati |
Hak untuk Meminta Imbalan | Tidak dapat meminta imbalan kecuali ada perjanjian khusus (prinsipnya tanpa imbalan) | Dapat meminta imbalan yang wajar bahkan tanpa perjanjian khusus (prinsipnya berbayar) |
Seperti yang ditunjukkan oleh tabel ini, tindakan perusahaan menitipkan produk atau barang dagangannya kepada operator gudang secara otomatis masuk ke dalam disiplin hukum perdagangan Jepang, yang berarti menciptakan lingkungan hukum yang menguntungkan bagi penitip. Mengenali hal ini merupakan prasyarat dasar dalam membangun hubungan dengan operator gudang.
Kewajiban Paling Penting bagi Penyedia Jasa Gudang: Kewajiban Berhati-hati dalam Penyimpanan Barang Titipan di Jepang
Dalam berbagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh penyedia jasa gudang berdasarkan kontrak penitipan, yang paling inti dan penting adalah kewajiban untuk menyimpan barang titipan dengan perhatian yang layak dari seorang pengelola yang baik, atau yang dikenal sebagai ‘kewajiban berhati-hati yang baik’.
Kewajiban berhati-hati yang baik ini berasal dari konsep dalam Pasal 400 KUH Perdata Jepang (Japanese Civil Code) dan merupakan kewajiban yang dikenakan pada penerima tugas dalam berbagai jenis kontrak, termasuk kontrak agensi. Pasal 595 KUH Dagang Jepang (Japanese Commercial Code) juga menerapkan kewajiban ini kepada penyedia jasa gudang. Secara spesifik, penyedia jasa gudang harus mengelola barang titipan dengan tingkat perhatian yang umumnya diharapkan dalam transaksi komersial, sesuai dengan profesi dan status sosial mereka. Ini berarti lebih dari sekadar ‘memperlakukan barang seolah-olah milik sendiri’, melainkan sebagai profesional penyimpanan, mereka harus mempertahankan lingkungan optimal yang sesuai dengan sifat dan karakteristik barang titipan, serta mengambil semua tindakan yang masuk akal untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau penurunan kualitas.
Terhadap pemenuhan kewajiban berhati-hati yang baik ini, KUH Dagang Jepang menetapkan ketentuan yang sangat menguntungkan bagi penitip barang. Pasal 610 KUH Dagang Jepang menetapkan bahwa “Penyedia jasa gudang tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab ganti rugi atas kehilangan atau kerusakan barang titipan, kecuali dapat membuktikan bahwa tidak ada kelalaian dalam penyimpanan barang tersebut”.
Ketentuan ini memiliki arti praktis yang sangat signifikan. Dalam gugatan pelanggaran kontrak biasa, pihak yang menderita kerugian (penggugat, dalam hal ini penitip barang) harus secara konkret membuktikan bahwa pihak lain (tergugat, penyedia jasa gudang) telah melanggar kontrak, yaitu melalaikan kewajiban berhati-hati (kelalaian). Namun, bagi penitip barang eksternal untuk memahami secara detail apa yang terjadi di gudang dan mengumpulkan bukti untuk membuktikannya adalah praktis tidak mungkin. Informasi sepenuhnya berada di pihak penyedia jasa gudang. Pasal 610 KUH Dagang Jepang sengaja membalikkan aturan tanggung jawab pembuktian untuk mengoreksi ketidakseimbangan informasi ini.
Aturan ini memungkinkan penitip barang cukup dengan mengklaim dan membuktikan dua hal dalam gugatan: bahwa mereka telah menitipkan barang dalam kondisi baik dan bahwa barang tersebut dikembalikan dalam kondisi rusak (atau tidak dikembalikan sama sekali). Setelah itu, penyedia jasa gudang harus secara aktif membuktikan bahwa mereka telah melakukan segala sesuatu yang seharusnya sebagai profesional dan tidak melalaikan kewajiban berhati-hati, jika tidak, mereka tidak dapat dibebaskan dari tanggung jawab. Ini merupakan hambatan yang sangat tinggi bagi penyedia jasa gudang dan sebagai hasilnya, hak penitip barang dilindungi dengan kuat. Mekanisme hukum ini memberikan motivasi kuat kepada penyedia jasa gudang untuk mempertahankan standar operasional yang tinggi dan mendokumentasikan secara rinci kondisi pengelolaan mereka sebagai persiapan untuk kemungkinan situasi darurat.
Konten kewajiban berhati-hati yang ketat ini dapat dipahami lebih konkret melalui studi kasus pengadilan yang sebenarnya.
Misalnya, dalam kasus kebakaran gudang Askul yang terjadi pada tahun 2017 dan membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk dipadamkan, Pengadilan Distrik Tokyo pada tanggal 26 April 2023 (Reiwa 5) menunjukkan kemungkinan bahwa penggunaan forklift yang tidak tepat oleh pihak yang masuk dan keluar gudang menjadi penyebab kebakaran, dan sambil menyinggung sistem manajemen gudang, akhirnya memerintahkan pihak penyedia jasa untuk membayar kompensasi sekitar 5,1 miliar yen. Dalam kasus ini, juga terungkap bahwa meskipun alarm kebakaran telah berbunyi, karyawan menghentikannya dengan menganggapnya sebagai alarm palsu, yang menunjukkan bahwa kewajiban berhati-hati tidak hanya terbatas pada pemeliharaan fasilitas, tetapi juga mencakup penetapan dan kepatuhan terhadap prosedur penanganan darurat yang tepat.
Ada juga kasus di mana kewajiban berhati-hati khusus yang disesuaikan dengan karakteristik barang titipan dipertanyakan. Dalam putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Distrik Sapporo pada tanggal 7 Juni 2012, penyedia jasa gudang yang menerima titipan wine dianggap telah lalai dalam mempertahankan suhu (sekitar 14 derajat) dan kelembapan (sekitar 75%) yang ditetapkan dalam kontrak. Dalam kasus ini, meskipun tidak ada kerusakan fisik pada wine itu sendiri, pengadilan memutuskan bahwa kegagalan menyediakan lingkungan penyimpanan sesuai kontrak itu sendiri merupakan pelanggaran kontrak dan memerintahkan penyedia jasa gudang untuk membayar kembali seluruh biaya penyimpanan yang telah dibayarkan oleh penitip sebagai ganti rugi. Demikian pula, dalam penyimpanan barang yang memerlukan pengelolaan suhu seperti tuna beku, penyedia jasa gudang diharuskan memiliki pengetahuan dan kemampuan manajemen fasilitas yang tinggi untuk mempertahankan kualitasnya, dan kelalaian dalam hal ini akan segera menimbulkan tanggung jawab.
Kasus-kasus ini dengan jelas menunjukkan bahwa kewajiban berhati-hati yang baik dari penyedia jasa gudang bukanlah sesuatu yang seragam, melainkan kewajiban dinamis yang dikonkretkan berdasarkan isi kontrak individu, sifat barang titipan, dan standar profesional industri yang bersangkutan.
Surat Berharga Gudang: Mendukung Distribusi Barang dan Keuangan di Bawah Hukum Jepang
Dalam kontrak penitipan, penitip dapat meminta pengelola gudang untuk menerbitkan “surat berharga gudang” sebagai bukti barang yang disimpan. Pasal 600 dari Hukum Dagang Jepang mengharuskan pengelola gudang untuk mengeluarkan surat berharga gudang jika diminta oleh penitip . Surat berharga gudang ini bukan sekadar bukti penyimpanan biasa. Ini adalah “surat berharga” yang diberikan efek hukum khusus oleh Hukum Dagang Jepang, dan memainkan peran sangat penting dalam distribusi barang dan keuangan.
Pertama-tama, tidak semua pengelola gudang dapat menerbitkan surat berharga gudang. Hanya pengelola gudang yang telah mendapatkan izin khusus dari Menteri Perhubungan dan Infrastruktur Jepang, yang diakui memiliki kredibilitas dan kemampuan menjalankan bisnis, yang diizinkan untuk menerbitkan berdasarkan Pasal 13 dari Hukum Gudang Jepang . Sistem perizinan ini adalah penghalang pertama untuk menjamin kredibilitas surat berharga gudang. Surat berharga yang diterbitkan harus mencantumkan hal-hal yang diwajibkan oleh Hukum Dagang Jepang, seperti jenis, kualitas, dan jumlah barang yang dititipkan, nama atau nama dagang penitip, lokasi penyimpanan, dan biaya penyimpanan .
Kekuatan hukum paling kuat dari surat berharga gudang terletak pada likuiditasnya, yaitu kemungkinan untuk ditransfer melalui endosemen. Seperti halnya wesel dan cek, surat berharga gudang dapat dengan mudah ditransfer kepada orang lain melalui “endosemen”, yaitu dengan menuliskan niat untuk mentransfer dan menandatangani di bagian belakang surat berharga .
Salah satu efek dari transfer endosemen ini adalah “efek hak milik”. Memindahkan surat berharga gudang sama dengan memindahkan hak milik atas barang yang disimpan di gudang dengan efek hukum yang sama . Dengan demikian, perusahaan dapat membeli atau memindahkan hak milik atas barang tanpa harus secara fisik memindahkan barang yang berat dan besar, hanya dengan memindahkan selembar kertas, yaitu surat berharga. Ini sangat berkontribusi pada percepatan transaksi dan pengurangan biaya dalam perdagangan internasional dan transaksi besar dalam negeri.
Efek kedua adalah perlindungan bagi “pemegang yang beritikad baik”. Pemegang surat berharga gudang yang memperolehnya melalui endosemen yang sah dan tanpa mengetahui adanya cacat pada alasan perolehan (dengan itikad baik) dapat memperoleh hak yang tercantum dalam surat berharga sepenuhnya, meskipun pihak yang mentransfer sebelumnya tidak memiliki hak yang sah. Selanjutnya, Pasal 604 Hukum Dagang Jepang menetapkan bahwa pengelola gudang tidak dapat menentang pemegang yang beritikad baik dengan alasan bahwa isi surat berharga gudang berbeda dengan kenyataan . Misalnya, jika pengelola gudang menerima barang A tetapi secara keliru mencatat dalam surat berharga bahwa mereka menerima barang A+ yang berkualitas lebih tinggi, pengelola gudang tidak dapat menolak untuk menyerahkan barang dengan alasan “barang sebenarnya adalah A” kepada pemegang yang memperoleh surat berharga dengan itikad baik, dan harus menyerahkan barang A+ atau membayar selisihnya. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan kepercayaan absolut terhadap isi surat berharga dan meningkatkan likuiditas surat berharga.
Dengan kombinasi efek hukum ini, surat berharga gudang bertransformasi dari sekadar kupon penukaran barang menjadi aset dengan nilai finansial. Perusahaan dapat membawa surat berharga gudang yang merupakan perwujudan dari stok yang disimpan di gudang ke bank dan menggunakan itu sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman (Supply Chain Finance). Bank dapat memperoleh hak jaminan yang pasti atas barang dengan menerima transfer endosemen surat berharga dan dilindungi sebagai pemegang yang beritikad baik, sehingga dapat memberikan pinjaman dengan aman. Dengan demikian, stok yang secara fisik tetap (stock) dapat diubah menjadi aset finansial yang likuid (flow) melalui media surat berharga gudang. Bagi perusahaan asing yang beroperasi di Jepang, memahami dan memanfaatkan sistem surat berharga gudang ini dapat menjadi strategi penting tidak hanya untuk efisiensi manajemen inventaris tetapi juga untuk diversifikasi metode penggalangan dana operasional dan optimalisasi efisiensi modal.
Hak Penyimpan Barang di Jepang: Hak Penahanan untuk Biaya Penyimpanan
Penyedia layanan penyimpanan barang di Jepang memiliki berbagai kewajiban terhadap klien mereka, namun juga memiliki hak yang kuat untuk mengamankan kredit mereka. Salah satu hak tersebut adalah “Hak Penahanan Komersial” yang diatur dalam Hukum Dagang Jepang.
Hak penahanan adalah hak yang dimiliki oleh seseorang yang memiliki barang milik orang lain untuk menolak menyerahkan barang tersebut sampai kredit yang berkaitan dengan barang itu dibayar. Penyedia layanan penyimpanan barang dapat menahan barang yang disimpan oleh klien mereka dan menolak pengembaliannya untuk mengamankan pembayaran biaya penyimpanan, biaya bongkar muat, dan uang muka yang belum dibayar.
Yang sangat penting di sini adalah bahwa Hak Penahanan Komersial yang diatur oleh Hukum Dagang Jepang memiliki persyaratan yang jauh lebih longgar dibandingkan dengan hak penahanan umum yang diatur oleh Hukum Sipil Jepang. Untuk hak penahanan sipil, diperlukan “hubungan langsung (keterkaitan) antara kredit dan barang yang ditahan”. Misalnya, jika biaya perbaikan jam tangan belum dibayar, penyedia layanan perbaikan dapat menahan jam tangan tersebut, tetapi tidak dapat menahan tas yang tidak terkait yang secara kebetulan ditinggalkan oleh pelanggan.
Namun, untuk Hak Penahanan Komersial yang berlaku dalam transaksi antar pedagang (antara bisnis), persyaratan keterkaitan ini tidak diperlukan. Artinya, jika kreditur (penyedia layanan penyimpanan barang) dan debitur (klien) keduanya adalah pedagang dan kredit tersebut timbul dari transaksi komersial mereka, hak penahanan dapat dilaksanakan meskipun tidak ada hubungan langsung dengan barang yang ditahan.
Perbedaan ini memiliki konsekuensi praktis yang signifikan. Misalnya, sebuah perusahaan menitipkan tiga lot barang yang berbeda, A, B, dan C, kepada penyedia layanan penyimpanan yang sama. Perusahaan tersebut menunda pembayaran biaya penyimpanan lot A karena ada keraguan terhadap isi faktur. Dalam kasus ini, penyedia layanan penyimpanan barang tentu saja dapat menahan barang lot A untuk mengamankan pembayaran biaya penyimpanan yang belum dibayar. Namun, kekuatan Hak Penahanan Komersial tidak berhenti di situ. Penyedia layanan penyimpanan barang secara hukum dapat menahan barang dari lot B dan C, yang biaya penyimpanannya telah dibayar penuh, untuk mengamankan kredit yang berkaitan dengan lot A dan menolak penyerahannya.
Aturan ini merupakan sarana pemulihan kredit yang sangat kuat bagi penyedia layanan penyimpanan barang, tetapi dapat menjadi risiko yang tidak terduga bagi klien. Sebuah perselisihan kecil terkait satu tagihan dapat menghentikan pengiriman seluruh stok yang disimpan di penyedia layanan tersebut dan melumpuhkan seluruh rantai pasokan. Hal ini memberikan leverage negosiasi yang sangat besar kepada penyedia layanan penyimpanan barang dalam sengketa. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan yang menggunakan layanan penyimpanan barang di Jepang untuk selalu memperhatikan efek luas dari Hak Penahanan Komersial ini, dan untuk mengelola serta membayar faktur mereka dengan tepat dan tanpa keterlambatan demi kelangsungan bisnis. Departemen hukum dan keuangan harus menyadari bahwa penundaan pembayaran yang tidak dipertimbangkan dengan baik atas beberapa tagihan dapat berdampak serius pada seluruh bisnis.
Pengembalian Barang Titipan dan Penyelesaian Kontrak Penitipan di Jepang
Kontrak penitipan mencapai tujuan utamanya dengan pengembalian barang titipan dan bergerak menuju penyelesaiannya. Memahami hubungan hak dan kewajiban pada tahap akhir kontrak ini, serta batas waktu hukum yang perlu diperhatikan secara khusus, adalah esensial untuk menyelesaikan transaksi dengan lancar.
Penitip, atau pemegang resi gudang yang sah, memiliki hak untuk menuntut pengembalian barang titipan kapan saja. Menurut ketentuan Hukum Perdata Jepang, meskipun para pihak telah menetapkan periode penyimpanan, penitip dapat meminta pengembalian sebelum periode tersebut berakhir. Namun, jika permintaan pengembalian sebelum batas waktu tersebut menyebabkan kerugian bagi pengelola gudang (misalnya, jika tarif penyimpanan yang lebih rendah telah ditetapkan berdasarkan kontrak jangka panjang), penitip mungkin harus mengganti kerugian tersebut.
Prosedur untuk menerima pengembalian barang titipan (prosedur pengeluaran) biasanya diatur dalam syarat dan ketentuan yang ditetapkan oleh pengelola gudang (seperti Standar Syarat dan Ketentuan Penitipan Gudang). Jika resi gudang telah dikeluarkan, penyerahan resi tersebut kepada pengelola gudang menjadi syarat untuk pengembalian. Jika resi tidak dikeluarkan, penitip harus mengajukan permintaan pengeluaran dengan menyerahkan dokumen yang ditentukan oleh pengelola gudang.
Penyebab penyelesaian kontrak penitipan paling umum adalah pengembalian seluruh barang titipan, tetapi selain itu, kontrak juga dapat berakhir karena berakhirnya periode kontrak atau pembatalan kontrak oleh salah satu pihak. Pengelola gudang dapat membatalkan kontrak jika barang titipan tidak lagi layak disimpan atau jika ada risiko kerusakan terhadap barang titipan lainnya. Di sisi lain, penitip juga dapat membatalkan kontrak di tengah jalan jika mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam kontrak (misalnya, pemberitahuan pembatalan beberapa waktu sebelumnya).
Hal yang paling harus diperhatikan oleh penitip dalam proses penyelesaian kontrak ini adalah ‘statute of limitations’ jangka pendek untuk hak klaim ganti rugi. Hukum Dagang Jepang menetapkan periode yang jauh lebih singkat, yaitu satu tahun, dibandingkan dengan statute of limitations umum untuk kewajiban (biasanya lima tahun). Secara spesifik, hak untuk menuntut ganti rugi dari pengelola gudang terkait dengan kehilangan atau kerusakan barang titipan, secara prinsip, akan hilang jika tidak digunakan dalam waktu satu tahun sejak tanggal pengeluaran barang dari gudang. Jika seluruh barang titipan hilang, periode satu tahun dimulai dari tanggal pengelola gudang memberitahukan penitip tentang kehilangan tersebut. Statute of limitations jangka pendek ini bertujuan untuk menstabilkan hubungan hukum perdagangan dengan cepat, tetapi bagi penitip, ini adalah batas waktu penting yang dapat menyebabkan hilangnya hak.
Periode satu tahun yang singkat ini dapat menjadi ‘jebakan prosedural’ yang sering diabaikan dalam praktik bisnis. Ketika perusahaan mengambil sejumlah besar barang dari gudang, tidak selalu langsung melakukan pemeriksaan rinci atas seluruh jumlah barang tersebut. Barang-barang tersebut mungkin langsung dikirim ke titik distribusi lain atau disimpan dalam kemasan hingga hampir waktu penjualan. Beberapa bulan kemudian, ketika produk akan digunakan atau dijual, masalah seperti kerusakan, kekurangan jumlah, atau penurunan kualitas baru terungkap. Namun, jika pada saat itu sudah lebih dari satu tahun sejak tanggal pengeluaran barang dari gudang, bahkan jika tanggung jawab pengelola gudang jelas, secara hukum hak untuk menuntut ganti rugi sudah hilang.
Untuk menghindari risiko ini, perusahaan perlu menyelaraskan departemen hukum dengan departemen logistik dan manajemen persediaan, serta menyiapkan peraturan internal. Secara khusus, perusahaan harus menetapkan proses untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh dan secepat mungkin setelah mengambil barang dari gudang di Jepang. Jika ditemukan adanya ketidaknormalan, perusahaan harus segera memberitahu pengelola gudang dan menyelesaikan persiapan untuk mengeksekusi hak-hak hukum seperti negosiasi atau pengajuan gugatan sebelum periode statute of limitations satu tahun berakhir. Keberadaan statute of limitations jangka pendek ini bukan hanya pengetahuan hukum, tetapi juga aturan praktis yang sangat penting yang menentukan alur kerja perusahaan dan cara pengendalian internalnya.
Kesimpulan
Seperti dijelaskan dalam artikel ini, kerangka hukum yang ditetapkan oleh Undang-Undang Perdagangan dan Undang-Undang Gudang di Jepang untuk operasi gudang telah dibangun dengan cermat dan berlapis-lapis. Agar pelaku usaha dapat melindungi aset dan hak-hak mereka dengan aman saat menggunakan layanan gudang di Jepang, ada beberapa poin hukum penting yang harus selalu diperhatikan. Pertama, sebelum negosiasi kontrak, pastikan bahwa gudang pihak lain telah terdaftar secara sah berdasarkan Undang-Undang Gudang Jepang. Kedua, memahami aturan yang menguntungkan bagi deposan, di mana operator gudang dikenakan ‘kewajiban perhatian yang baik’, yang mengalihkan beban pembuktian saat terjadi kerusakan. Ketiga, secara strategis memanfaatkan sirkulasi dan fungsi keuangan dari ‘dokumen gudang’, yang memiliki nilai lebih dari sekadar tanda terima penyimpanan. Keempat, mengenali risiko potensial yang dapat ditimbulkan oleh ‘hak penahanan komersial’ yang kuat yang dimiliki oleh operator gudang terhadap rantai pasokan perusahaan Anda, dan melakukan manajemen pembayaran yang tepat. Terakhir, untuk tidak kehilangan hak klaim ganti rugi, membangun sistem inspeksi yang ketat untuk mematuhi ‘1 tahun’ yang merupakan periode pemusnahan hak yang sangat singkat. Memperhatikan poin-poin ini akan menjadi kunci untuk logistik yang lancar dan manajemen risiko yang pasti di Jepang.
Kantor Hukum Monolith memiliki pengalaman luas dalam mewakili banyak klien domestik dan internasional dalam hal hukum komersial deposit dan operasi gudang yang dijelaskan dalam artikel ini. Kantor kami tidak hanya memiliki pengacara yang ahli dalam sistem hukum Jepang, tetapi juga memiliki beberapa pengacara yang berbicara bahasa Inggris dengan kualifikasi hukum asing. Hal ini memungkinkan kami untuk menyediakan dukungan hukum yang detail dan tepat, yang memungkinkan perusahaan yang melakukan ekspansi bisnis internasional untuk mengatasi tantangan unik dan mengatasi hambatan bahasa dan budaya untuk komunikasi yang lancar. Dari pembuatan dan tinjauan kontrak hingga negosiasi dengan operator gudang, dan dukungan litigasi jika terjadi sengketa, kami menyediakan layanan hukum komprehensif untuk melindungi bisnis dan aset Anda di Jepang.
Category: General Corporate